Lontar Buda Kecapi



Buda Kecapi

Semoga tidak menemui rintangan. Mohon maaf kepada Dewa Siwa. Apakah disebut awighna, apakah yang disebut nama siddham, sebaiknya kau mengetahui makna awighnamastu. Jika kau paham, kau boleh menggunakan ilmu ini untuk mengobati. Jika kau tidak paham makna awighnamastu, janganlah kau berani melecehkan ilmu ini. Ilmu ini dinamakan Siwalingga, firman Tuhan yang dianugrahkan kepada para guru dunia. Om maksudnya sarira (badan), awi maksudnya aksara (huruf), ghna artinya tempat bersemayam, mastu artinya kepala, nama maksudnya anugrah, si maksudnya matahari; dham maksudnya bulan. Itulah yang patut dipahami tentang tempat bersemayam Dewa. Kau tidak akan menemukan bencana. Demikianlah firman Dewa pada zaman dulu. Ini merupakan ilmu rahasia, Usada Sari. Ketika diturunkan di Pura Dalem, ini adalah sabda Hyang Pramakawi. "Begitu amat tergesa-gesa kalian berdua, cepatlah katakan sekarang, agar aku tahu!" Demikian kata sang Budhakecapi kepada mereka berdua. Selanjutnya, sang Klimosadha menjawab bersama sang Klimosadhi: "Kami berasal dari Lemah Surat, kami sedesa. Kami ini bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita tentang orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal ahli dalam meramal dan mengobati, konon demikian!" Mereka berdua segera menjawab: "Hamba memang begitu, (tetapi) hamba berdua ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berbelas kasih memberi anugrah kepada hamba berdua, hamba menyerahkan nyawa seumur hidup kepada Tuan, tetapi maafkanlah. Apakah sebabnya (hamba ingin berguru)? Karena Tuan yang bernama sang Budhakecapi, melakukan semadi, amat tekun dan teguh, sepanjang umur, serta telah sempurna dalam batin, doa pujianmu sang Budhakecapi menembus ke tujuh lapisan bumi, menembus ke angkasa". Selanjutnya, Bhatara Siwa turun menuju Kahyangan Cungkub, bertemu dengan Hyang Nini di Pura Dalem. Setelah beliau bertemu, beginilah sabda Bhatara Siwa: "Wahai sang Nini Dalem, aku menitahkanmu sekarang, turun menuju kuburan tempat pembakaran jenasah, kau Hyang Nini berhak memberkahi segala doa sang Budhakecapi, yang sangat tekun bersemadi. Kau Hyang Nini berhak mengabulkan segala permintaannya, segala kesempurnaan batin, sebab sang Budhakecapi sangat tekun bersemadi!" Lalu Hyang Nini berkata kepada Bhatara Siwa: "Jika itu perintah Bhatara, hamba menuruti titah Bhatara, sekarang hamba turun menuju kuburan tempat pembakaran mayat!" Kemudian Bhatara Siwa melesat menuju alam Siwa. Kini dikisahkan Hyang Nini Dalem datang ke kuburan tempat pembakaran mayat. Maksud Hyang Nini adalah memberikan berkah kepada sang Budhakecapi, karena telah direstui oleh Bhatara Siwa. Dengan cepat tiba di tempat sang Budhakecapi melakukan semadi. Segera sang Budhakecapi menghormat. Lalu Bhatari Hyang Nini berkata: "Wahai kau sang Budhakecapi, cukup lama kau berada di sini, bermalam di tempat pembakaran mayat, apakah yang kau harapkan? Apakah yang kau minta kepada Bhatara?" Lalu sang Budhakecapi menjawab: "Daulat Paduka Hyang Nini, doa harapan hamba adalah hamba memohon belas kasih Bhatara agar hamba paham hakikat makrokosmos dan mikrokosmos. Semoga Paduka Bhatari berkenan menganugrahkan kekuatan batin yang sempurna supaya hamba tidak terkalahkan oleh semua pesaing hamba, dan juga segala tatacara orang dalam memahami asal-usul penyakit, supaya hamba memahami hakikat bisa, racun, dan penyakit tiwang moro, ilmu desti teluh taranjana, serta hakikat pamala-pamali, dan segala ajian ampuh, demikian pula hakikat hidup dan mati, serta hakikat kekuatan sabda, itulah permintaan hamba kepadamu Bhatari Nini!" Kemudian Hyang Nini berkata: "Wahai sang Budha- kecapi, sekarang aku akan memberimu anugrah, baiklah, cepatlah julurkan lidahmu keluar, aku mau me-rajah1 lidahmu dengan mantera Om nama siwaya. Satu persatu mulai dengan Om, na untuk hidungmu, ma untuk mulutmu, si untuk matamu, wa untuk tubuhmu, ya untuk telingamu. Demikian pula makna Sanghyang Omkara, seperti windu, nadha, ardhacandra yang berada dalam tubuh, yang dinamakan asal mula Sanghyang Candra Raditya. Yang berada di mata kanan adalah Sanghyang Raditya, yang berada di mata kiri adalah Sanghyang Candra. Wahai sang Budhakecapi semoga kau paham tentang tatacara mencapai moksa karena lidahmu telah dirasuki kekuatan tulisan gaib, yang merupakan anugrahku, Hyang Nini Dalem, kepadamu! Inilah yang dinamakan tempat Sanghyang Omkara Sumungsang yakni di pangkal lidah, batu manikam, tempat pertemuan Sanghyang Saraswati, di lidah. Ini merupakan pemberi kekuatan gaib kepada batin, sangat utama, jangan sembrono, kau tidak akan berhasil (jika sembarangan). Inilah mantera kumpulan sumber kekuatan: "Om lep rem, ngagwa rem, papare, dewataning bayu pramana". Inilah menjadi persemayaman Sanghyang Saraswati, sebagai tulisan ajaib di lidah sang Budhakecapi, dan inilah doa untuk tempat aksaranya, yakni Om Sanghyang Kedep di pangkal lidahmu, Sanghyang Mandiswara di ujung lidahmu, Sanghyang Mandimanik di tengah lidahmu, Sanghyang Nagaresi di dalam otot lidahmu, Sanghyang Manikastagina di kulit lidahmu, dewanya adalah Bhatara Siwa, sebagai pemberi kekuatan hidup adalah Hyang Brahma Wisnu Iswara, sorganya adalah di hati, di empedu, di jantung, inilah persebaran tempat beliau Sanghyang Tiga, yakni Ang di hati, Ung di empedu, Mang di jantung. Inilah ajian Sanghyang Triaksara yang patut diingat, manteranya Om Ang Mang. Ajian ini sangat utama, jangan sembrono, memusatkan kekuatan batin, semoga kau sang Budhakecapi dapat memahami ajian Nitiaksara Sari, serta hakikat arti Sanghyang Pancaksara yang berada di alam, yang mana tempatnya, yang mana pula lambang aksara sucinya, inilah yang harus kau ingat wahai sang Budhakecapi, semoga kau paham, tinggalah kau di sini, aku akan pulang kembali menuju Kahyangan Cungkub!" Lalu segera sang Budhakecapi menghormat kepada Hyang Bhatari Nini, dengan mantera: "Om niratma ditempatkan di leher, atyatma di antara kedua alis, niskalatma di pusat telapak tangan, sunyatma di pusat kepala, alam dewata yang kokoh". Setelah Hyang Nini terbang melesat, menuju Kanghyangan Cungkub. Ceritanya dihentikan sebentar. Cerita berganti, dikisahkan sang Budhakecapi, sangat terkenal ke seluruh masyarakat, sangat kuat dan sempurna, pandai dan ampuh dalam berucap, segala ragam bahasa, mahir dalam doa pemujaan, bertempat tinggal di kuburan, sangat tekun, demikianlah kisah sang Budhakecapi dihentikan dulu. Kini cerita berganti, adalah dua dukun laki-laki, bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, tinggal di satu desa, yakni Lemah Tulis. Mereka sangat terkenal sakti, mahir mengobati, dan tidak pernah terkalahkan oleh segala jenis penyakit, dan sang Klimosadi tidak pernah terkalahkan oleh bisa dan obat racun, tetapi ada kekurangannya, ia tidak tahu mendeteksi (meramal) penyakit, hanya berpegang teguh pada keyakinan dan memaksakan, mencari orang sakit dan yang menyakiti, hanya sebegitu saja kepandaiannya. Dihentikan dulu kisah sang Klimosadha. Kini diceritakan ada orang sakit bernama Sri Hastaka. Ia sangat menderita kesusahan, maksudnya hanya mencari sang Klimosadha. Kemudian ia datang ke rumah sang Klimosadha. Baru saja ia tiba di rumah sang Klimosadha, dengan cepat sang Klimosadha menyapa: "Wahai, Tuan dari mana? Apa maksud kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun menyahut: "Hamba mengundang Tuan, maksud hamba menemui Tuan adalah hamba memohon keselamatan, semoga Tuan berbelas kasihan kepada hamba, semoga Tuan berkenan datang ke rumah hamba, untuk memeriksa kakak hamba, yang menderita penyakit!" Sang Klimosadha berkata: "Aku menuruti permintaanmu!" Tidak diceritakan (panjang lebar), ia telah tiba di rumah si pasien. Sang Klimosadha tanpa sepatah katapun memperhatikan dengan saksama si pasien, serta memegang tubuh bagian bawah dan bagian atas si pasien, segala kondisi si pasien juga diperhatikan dengan saksama. Setelah itu, lalu sang Klimosadha duduk. Kini si pencari dukun tadi bertanya: "Baiklah, hamba berkaul kepadamu, jika nyawa kakakku bisa diselamatkan, hamba tidak takut memberi upah dan hadiah yang sepantasnya. Jika ia akan mati, dimanakah kesulitan mendeteksinya?" Sang Klimosadha menjawab: "Menurutku, jika aku memegangnya, orang ini tidak akan mati, janganlah kau sedih, tenangkanlah hatimu, carilah ramuan obat minum dan ramuan bedak serta ramuan untuk obat semburan!" Orang yang disuruh mencari ramuan segera berangkat. "Dulu, aku sering menyembuhkan penyakit semacam ini, tidak pernah sampai dua kali aku memberikan-nya obat, hanya sekali saja sudah sembuh, sangat mudah aku menangani penyakit seperti ini!" Orang yang disuruh mencari bahan obat segera datang, serta dengan cepat pula telah matang. Lalu sang Klimosadha segera meracik obat. Setelah memberi obat minum, bedak, dan obat semburan, sang Klimosadha duduk. Jika bisa sembuh, tentu banyak orang akan merasa ikut berbahagia. Tiba-tiba saja sang Klimosadha lupa memeriksa nyawa si pasien, sehingga si pasien pun mati. Sang Klimosadha sangat malu. Semua orang yang berada di sana berwajah curiga, sebab baru saja diberi obat minum, bedak, dan obat semburan, si pasien kemudian mati, dan juga sang Klimosadha telah mengatakan bahwa si pasien tidak akan mati, namun kini mati. Sang Klimosadha sangat malu dalam hatinya, akhirnya ia pergi tanpa pamit menuju rumahnya. Setelah tiba di rumahnya, ia tidak enak makan dan minum, siang malam, sang Klimosadha sangat malu. Cerita sang Klimosadha dihentikan sejenak. Kini dikisahkan sang Klimosadhi, termashur dalam mengobati pasien yang terserang bisa dan racun. Diceritakan seorang wanita bernama Sridhani, yang sudah berusia cukup tua, tertimpa penyakit kronis, sangat sukar menangani penyakitnya. Si pencari dukun datang ke rumah sang Klimosadhi. "Wahai Ibu, darimana asalmu? Apa maksud kedatanganmu ke mari?" Si pencari dukun itu menjawab: "Hamba minta tolong, hamba menangani orang sakit. Jika Tuan berbelas kasih kepadaku, sudilah Tuan datang ke rumahku, agar Tuan mengetahui si pasien!" Sang Klimosadhi menjawab: "Jika begitu, aku menurutimu!" Setelah datang di rumah si pasien, lalu sang Klimosadha memeriksa si pasien, dipegangnya bagian bawah dan bagian atas tubuh si pasien. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi berkata: "Ini orang sakit terserang racun, ia terkena racun yang diracik orang. Sekali saja, sangat gampang menyembuhkan penyakit ini. Aku sering menyembuhkan penyakit seperti ini. Tidak usah dua kali, cukup sekali saja sudah sembuh, sangat mudah menolong orang sakit semacam ini!" Orang yang punya pasien bergegas membuat sesajen hadiah. Lalu sang Klimosadhi merapalkan mantera untuk membuat obat, bedak, dan obat semburan. Setelah itu, lalu sang Klimosadhi mengunyah daun sirih, dan memberikan sepahnya kepada si pasien, serta menyandangnya. Setelah itu, tiba-tiba si pasien pusing, tidak sadarkan diri hingga malam hari, dan dadanya sesak, kerongkongannya seperti tersumbat!" Si pencari dukun berkata: "Mengapa bisa begini? Lalu apa yang dapat dilakukan, apakah obatnya perlu diganti? Hamba minta tolong dengan sangat agar ipar hamba ini bisa sembuh. Hamba tidak takut kepada upah, maupun hadiah!" Lalu sang Klimosadhi mengganti obat. Setelah obat itu diminum, tetap saja si pasien pusing tidak sadarkan diri, tidak bisa makan, lalu akut. Kemudian dengan cepat sang Klimosadhi mengeluarkan mantera, melalui ubun-ubun, telinga, hingga sang Klimosadhi kehabisan akal, memusatkan batin bersemadi bertumpu satu kaki. Si pasien semakin tidak sadarkan diri. Lalu sang Klimosadhi berkata: "Ah, jika demikian keadaan si pasien, aku yang salah memberi obat!" Tiba-tiba sang Klimosadhi pergi, ia sangat merasa malu, bertolak pulang. Setelah tiba di rumahnya, muncul niat sang Klimosadhi, bermaksud berguru kepada sang Klimosadha. Segera sang Klimosadhi pergi ke rumah sang Klimosadha. Begitu ia tiba, sang Klimosadha menyapanya: "Wahai adikku, sang Klimosadhi, selamat datang di rumahku, apakah maksud kedatanganmu, adikku?" Sang Klimosadhi menjawab: "Aku bermaksud berguru kepadamu, kakak!" Sang Klimosadha berkata: "Mengapa kau ingin berguru kepadaku? Jika begitu, adikku, kau tidak akan mendapat apa-apa. Kakak juga tidak ingin mengangkat murid. Apa sebabnya, katakanlah, wahai adikku!" Sang Klimosa-dhi menjawab: "Beginilah asal mulanya. Aku mengobati seorang wanita, yang bernama Sridhani. Ia terserang penyakit kronis. Di situlah aku kalah, aku sangat malu, itulah sebabnya aku hendak berguru kepada kakak!" "Jika begitu, kau sia-sia saja, kakak juga ingin berguru, sebabnya adalah kakak mengobati orang sakit bernama Sri Hastaka, seorang lelaki, di situ kakak kalah!" Sang Klimosadhi berkata: "Jika begitu, marilah kita melakukan semadi, aku menurutimu, jika kakak mendapat wahyu, aku minta tolong kepadamu, jika aku mendapat wahyu, aku akan menolongmu, demikianlah maksudku!" Lalu sang Klimosadha berkata: "Jika begitu, sulit rasanya, adikku. Jika kau setuju denganku, marilah bersama-sama denganku, aku ingin berguru kepada sang Budhakecapi, sebab sang Budhakecapi mendapat anugrah dari Hyang Nini!" Sang Klimosadhi menyahut: "Jika begitu, baiklah, aku setuju denganmu, kakak!" Akhirnya, segera mereka berangkat menuju kuburan tempat pembakaran mayat. Setelah tiba di tempat sang Budhakecapi, lalu mereka berdua disapa oleh sang Budhakecapi: "Wahai Tuan berdua, apa maksud Tuan datang ke mari, begitu tergesa-gesa, berdua, silakan katakan agar aku mengetahui!" Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi menjawab: "Hamba ini berasal dari Lemah Tulis, hamba sedesa, demi-kianlah Tuan, hamba berdua bernama sang Klimosadha mwang sang Klimosadhi!" Lalu sang Budhakecapi berkata: "Baiklah, aku ingin bertanya kepada kalian berdua, aku mendengar berita orang yang bernama sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, terkenal mahir dalam pengobatan, begitulah konon!" Segera mereka berdua menjawab: "Hamba memang begitu, (namun) hamba ingin berguru kepada Tuan, jika Tuan berkenan kepada hamba berdua, hamba menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuan, disertai dengan permohonan maaf hamba!" "Wahai, adikku berdua, agar aku dapat mengetahuimu, apa sebabnya kau ingin berguru kepadaku? Katakanlah dengan sejujurnya kepadaku agar aku paham!" Sang Klimosadha menjawab: "Sebabnya hamba berniat keras berguru karena hamba pernah mengobati dan hamba dikalahkan oleh suatu penyakit, hamba berdua sangat merasa malu ketika hamba dikalahkan. Setelah hamba memberi obat, bedak, dan obat semburan, tiba-tiba si pasien meninggal seketika, itulah sebabnya hamba sangat malu!” Sang Budhakecapi berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh: “Wahai sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, jika begitu, kau telah terkena kutukan ajian Sanghyang Mantra Sidhi, dan Sanghyang Batur Kamulan, serta Sanghyang Kami Tuwuh, karena beliau berwujud Sanghyang Atma dan Sanghyang Bayu Pramana, itulah yang mengutukmu, karena orang itu sudah saatnya harus mati, lalu kau mengobatinya. Kare-na kau menunda kematiannya, kau salah menanganinya, jangan kau begitu lagi. Dan lagi, adikku, jika ada orang mengundangmu, dengan memberikan obat dua, tiga, empat, lima kali kau membuat obat untuk satu orang, penyakit orang itu juga tidak berkurang, lalu kau salah memberi obat, jangan begitu, jika seperti itu, itu bukan dukun namanya, itu namanya dukun demi uang dan beras. Itu sangat dikutuk oleh dewa yang dipuja!” Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi berkata: “Baiklah, jika demikian, hamba akan menyerahkan diri, sekehendak Tuan memerintah hamba, dan lagi hamba memohon belas kasih, agar hamba pandai sama seperti Tuan!” Segera sang Budhakecapi menjawab: “Wahai sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, kau benar-benar ingin melakukan aguru waktra kepadaku?” Lalu sang Klimosadha berkata: “Oh, seperti apakah yang dimaksud aguru waktra? Hamba belum paham!” Sang Budhakecapi berkata: “Beginilah, yang dimaksud aguru waktra. Kuatkanlah batinmu dalam mendalami segala ajian utama, serta hakikat ajian Taru Geseng, dan juga keutamaan aksara suci, itulah didalami dengan saksama, diberikan kepada murid-murid, demikianlah perihal orang menjalani aguru waktra. Kau tidak lagi dikutuk oleh guru. Jika gurumu menemui kesulitan disebabkan oleh orang jahat, seorang murid pantas mempertaruh-kan nyawa, hingga ke anak-cucunya. Jika kau teguh menjalankan ajaran aguru waktra, kelak jika kalian pada mati, arwahmu akan menjelma bersama, sehingga ada istilah orang lahir kembar, atau buncing, demikian asal-usulnya, sama-sama menemui kebaikan dan keburukan!” Dengan senang hati mereka berdua berkata: “Jika demikian perihal berguru, hamba senang seumur hidup, namun jika berkenan, hamba sekalian menyerahkan nyawa!” Demikian perkataan mereka berdua. “Hamba berdua ikut seperti itu!” Sang Budhakecapi berkata: “Jika begitu, aku buatkan upacara aguru waktra untuk kalian berdua, semoga kau berhasil! Wahai Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, kini aku memberikan ajaran kepadamu supaya kalian paham, tetapi dengarkanlah dengan baik segala petuahku, yang aku anugrahkan kepadamu. Jika kau mengobati orang, janganlah kalian lemah, jangan tidak memeriksa keadaan tubuh si pasien, dan harus tetap waspada terhadap sinar mata si pasien, supaya jelas menyatu, sebab di sanalah tampak bayangannya, di sana tampak Brahma Wisnu Mahiswara, penyakit panas, dingin, hangat, atau gejala hidup dan mati, di sanalah diperhatikan bayangannya. Jika kau telah memahaminya, kau tidak bisa dikalahkan dalam pengobatan. Jika tampak tanda-tanda ajal tiba, janganlah kau melakukan pengobatan. Jika kau merasa kasihan kepada pasien itu, dan jika kau memberinya obat, janganlah disertai rapalan mantera. Jika tidak demikian, kau akan dikutuk oleh Sanghyang Mantra, sebab ajal si pasien memang sudah tiba saatnya dan kau tetap melakukan pengobatan. Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi berkata: “Baiklah, bagaimana tanda-tanda orang akan mati atau yang akan hidup. Hal itu hamba belum mengetahui. Dan lagi, apakah yang dapat menimbulkan penyakit, ataupun yang dapat membasmi segala penyakit? Demikian pula mengapa ada penyakit panas dan hangat itu, beritahulah hamba dengan sebenarnya agar hamba paham!” Sang Buddha-kecapi menjawab: “Beginilah asal-usul penyakit itu. Asal mula adanya penyakit panas membara itu adalah bersumber pada makrokosmos dan mikrokosmos, Sanghyang Tiga sumbernya, yaitu Brahma, Wisnu, Iswara namanya. Beliau bisa menjadi dukun dan juga bisa menjadi penyakit. Yang lebih besar akan menjadi sumber penyakit dan yang lebih kecil akan menjadi sasaran penyakit. Sanghyang Tiga berwujud baik dan buruk berada di dunia. Adapun tempat suci beliau adalah timur, selatan, utara. Jika di dalam mikrokosmos (tubuh manusia), Bhatara Iswara berada di jantung, dengan sabda Mang, sebagai dasar suara manis, warnanya putih, belia menimbulkan Sanghyang Sandisakti wisesa. Bhatara Brahma berada di hati, sabdanya Ang, beliau menciptakan makanan abadi yang menajamkan kekuatan, warnanya merah. Bhatara Wisnu di empedu, sabdanya Ung, rupanya hitam. Beliau menjadi sumber kekuatan nafas, inilah yang harus diingat, ia menimbulkan penyakit, ia pula menjadi dukun, beliaulah yang berwujud demikian sehingga penyakit itu ada tiga macam, begitu pula penawarnya ada tidak jenis, beliau merupakan guru para dukun dan semua pendeta, sebagai guru para Bhuta Kala Dengen, Pamala-pamali, tumbal, tuju, tiwang moro, desti, teluh, taranjana, roh, dewa. Beliau silih berganti menjadi guru. Oleh karena itu, adalah Sanghyang Kawiswara Japa, dengan kekuatannya bernama Sanghyang Mancongol, ketika diberikan anugrah kekuatan untuk pengobatan ketiga dunia. Sebagai teman beliau adalah Sri Bhagawan Resi Kunda, dikenal di seluruh masyarakat. Sebagai pemberi kekuatannya adalah Sanghyang Prajapati dari alam Maya, Bhatara Siwayogi yang berada di Catur Winasakrama, Bhagawan Mrecukunda Wijaya, Bhagawan Mredu, Bhagawan Wrehaspati, Bhagawan Mrecukunda, Bhagawan Kasyapa, Bhagawan Mpu Siwagandu, Bhagawan Mpu Pradah. Beliau sekalian berada dalam Wariga, memasang bhasma (sebagai tanda sekte) dan berperilaku suci, tempat persemayaman beliau ada di seluruh persandian, di sanalah beliau beryoga, menimbulkan penyakit. Karena itu, dalam pengobatan ada banyak obat, sebagai perwujudannya dalam mikrokosmos dan makrokosmos, sehingga banyak perwujudannya, asal mulanya obat hanya tiga, sumber penyakit juga ada tiga, tetapi setelah berubah wujud menjadi banyak. Adalah tiga perwujudan mulia namanya, itupun Sanghyang Tiga juga, pertemuannya mulia, utama di dalam diri, itulah patut dipuja dalam kemanunggalan. Jika telah menunggal berkat wahyu Sanghyang Mancongol, itulah penampakan doa pemujaan, segala yang mulia, jika kau paham menunggalkannya, kau akan tahu asal-usul penyakit, kau akan paham asal-usul obat, kau akan tahu asal-usul adanya dukun, asal-usul adanya penyakit, dan hakikat aksara suci, serta hakikat asal-usul bahasa, sepuluh jenis sinonimi, dan hakikat bahasa pluta. Ada lagi yang dimaksud panugrahan gring, tiada lain adalah Bhagawan Mrecukunda memohon anugrah kepada Bhatara Wisnu, dengan murid-muridnya adalah Kala Bhuta Dengen, maka timbulah jenis penyakit dingin menahun. Bhatara Brahma menjadi obat penawarnya untuk menyembuhkan. Bhagawan Mpu Siwagandu diberikan penyakit, dianugrahi oleh Bhatara Brahma, dengan murid adalah Ki Larung, maka timbullan penyakit panas menahun. Bhatara Wisnu sebagai obat penawarnya sehingga cepat sembuh. Jika Bhagawan Kasyapa membuat penyakit, dianugrahi oleh Bhatara Iswara, sebagai muridnya adalah Ki Bhuta Branjeng di Swamana, maka timbullah penyakit panas dalam. Sanghyang Tiga sebagai obat penawar untuk penyakit panas, dingin, sedang. Adapun jenis obat itu adalah panas, dingin, sedang. Begitu pula nama obat dan jenis penyakit itu. Asal mula obat dan penyakit itu satu, obat bisa menjadi bibit penyakit, bibit penyakit bisa menjadi obat, yakni api, air, angin. Itulah dinamakan Sanghyang Tiga, silih berganti jiwa, sangat ampuh keberadaannya, sehingga timbul tiga jenis penyakit yaitu panas, dingin, sedang. Demikian pula jenis obat penawarnya ada yang panas, dingin, sedang. Begitulah sebutan obat dan penyakit itu. Mengapa juga disebut laki, perempuan, dan banci? Asal mulanya seperti ini. Penyakit panas adalah laki-laki. Penyakit dingin adalah perempuan. Penyakit sedang adalah banci. Penyakit panas merupakan sihiran Bhatara Brahma. Penyakit dingin merupakan sihiran Bhatara Wisnu. Penyakit sedang merupakan sihiran Bhatara Iswara. Demikianlah adikku, ingatlah dengan baik nasihatku ini!” Sang Klimosadha dan sang Klimosadhi berkata lagi: “Hamba memohon belas kasih Tuanku lagi, beri tahulah hamba, apa yang dapat dipakai penawar untuk perwujudan Sanghyang Tiga!” Sang Budhakecapi menjawab: “Beginilah hakikatnya, adikku. Yang disebut dukun itu adalah satu yakni Sanghyang Tigaswari. Beliau adalah Bhatara Siwa, Sadhasiwa, dan Paramasiwa. Sanghyang Siwa memberi anugrah kepada Bhatara Iswara. Sanghyang Sadhasiwa memberi anugrah kepada Bhatara Wisnu. Sanghyang Paramasiwa memberi anugrah kepada Bhatara Brahma. Semua diberikan anugrah untuk menimbulkan penyakit di keempat dunia dan juga mengadakan obat, segala jenis obat. Penyebab timbulnya jenis penyakit panas, dingin, sedang karena Bhatara Brahma bersemayam di aksara sanga (sembilan aksara suci di dalam tubuh manusia), Bhatara Wisnu bersemay
am di celah Sanghyang Omkara Mula, Bhatara Iswara bersemayam di lepitan Genta Pinara Pitu. Ketiga wujud Sanghyang Tiga dipuja oleh Bhatara Siwa, (Sadasiwa), Paramasiwa, sama-sama bersemayam di alam makrokosmos dan mikrokosmos. Inilah tempat per-semayamannya, yang dinamakan Sanghyang Aksara Sanga, yakni Oý, Sang, Bang, Ing, Nang, Mang, Úing, Wang, Yang. Sanghyang Omkara Mula terdiri atas Ang Ung Mang. Ung adalah pinggala *, Mang adalah sumsum belakang, di bagian tengah dada. Ang adalah pusar bagian kanan. Inilah istana bagi Brahma
Pinggala * Pembuluh khusus dalam tubuh (tiga pipa pembuluh di sebelah kanan) yang menurut filsafat Yoga adalah bagian utama dari nafas dan udara.
Wisnu, Iswara. Hyang Siwa, Sadasiwa, Paramasiwa, tempat persemayaman beliau adalah di lepitan Genta Pinara Pitu, yang terdiri atas Ang Oý bhùwebrörà; ngêp-ngêp. Begitulah tempat persemayaman beliau, adikku, yang harus kau ketahui. Itu harus diupacarai setiap hari sehingga bersih dalam menjalankan ibadat puasa, itu sangat utama, baik siang maupun malam hari, selama hidup, beliau merupakan kekuatan gaib yang sangat ampuh, abadi dalam alam semesta. Bhatara Brahma berwujud makanan, Bhatara Wisnu berwujud sumber nafas, Bhatara Iswara merupakan jiwa ketiga dunia. Jika kau memberi kekuatan gaib pada obat, Sanghyang Tiga itu harus dipuja dengan penuh keyakinan, tunggalkan menjadi satu. Caranya menunggalkan adalah satukan nafas yang keluar, pusatkan pikiran padanya, jika kau telah yakin, jangan goyah, jangan mendengar suara apapun, setelah itu, keluarkan Sanghyang Mantra. Jika Sanghyang Tiga keluar, rasakanlah. Cara mengeluarkan beliau dan tatacara menunggalkannya adalah Dewa di ujung kekosongan, dipertemukan di ujung penglihatan, kemudian ditunggalkan lagi di ujung hidung. Setelah itu, Sanghyang Tiga akan muncul. Tanda-tanda kemunculannya adalah ada kedutan di pangkal hidungmu, dan pandanganmu menjadi kabur, seluruh tubuh terasa lemah tanpa tenaga, demikianlah tanda-tanda kemunculan Sanghyang Tiga, sebab beliau telah pergi dari tubuh (mikrokosmos), berjalan bersama dengan Sanghyang Mantra pada kekuatan gaib. Dan lagi pujalah Sanghyang Komara dan Sanghyang Komara sidhi, Sanghyang Tan Hana Komara dituntun menuju Sanghyang Komara tunggal. Sabda suci beliau Sanghyang Tiga: Ang adalah Brahma, berjalan di lobang hidung bagian kanan. Ung adalah Wisnu, berjalan di lobang hidung sebelah kiri. Mang adalah Iswara, berjalan di ujung hidung bagian tengah, bersama-sama kesembilan dewa. Sabda sucinya adalah Oý Sa Ba Ta A I Na Ma Úi Wa Ya, tlas. Ada lagi kemunculan Bhatara Guru yang muncul dari makrokosmos (alam semesta) dan mikrokosmos (tubuh manusia) yang dinamakan hati putih. Hati maksudnya batinmu. Putih maksudnya lintas tembusnya. Jika ditunggalkan, maka menjadi ati putih, maksudnya tembus hingga ke lingkaran pandanganmu, beginilah sabda gaibnya: Oý Ung. Ini adalah ajian sangat rahasia, jangan sembrono. Ajian ini merupakan penjaga nyawa. Ini pula dinamakan rwabhineda (dualisme kekuatan) dalam diri, jika di alam semesta yang berada di bawah, di dalam diri menjadi pangkal hati merah. Rwabhineda di luar tubuh adalah tempat pembenaman hidup-mati, aksara sucinya adalah Ang Ah (ucapkan tiga kali). Itulah yang muncul ke pusat kedua mata. Jika kau tekun dalam beryoga, beliau akan berubah wujud menjadi air mata. Ingatlah ketika beliau masih berada di alam, itu sangat kotor. Dan lagi yang harus diingat ketika kau beryoga adalah pujalah dan tuntunlah Bhatara Guru, turunkan beliau dari pusat mata, arahkan dengan tepat perjalanan beliau menuju lekuk-lekuk hidung. Jika sudah seperti itu, adikku, pusatkan batinmu dan luruskan dengan penuh keyakinan. Jika telah tenang rasanya menunggal, itulah dinamakan sekumpulan pandangan dan merupakan titik temu batin. Jika sudah demikian, maka di sana kesembilan dewata turun, jalannya turun adalah melalui ujung pusat penglihatan, sabda sucinya A (diucapkan tiga kali), beliau akan turun. Itulah dinamakan sabda Sanghyang Amreta. Itulah air suci kehidupan tanpa kotoran. Ingatlah dengan baik segala perintah Sanghyang Amreta mantra, jika sedang berkelana, sebagai tempat para dewa bertemu rasa, dan bersenda gurau, demikian pula ketika mengucapkan mantera dan yoga sehingga Sanghyang Amreta muncul, secara tiba-tiba. Jika telah tampak jelas olehmu, cepatlah diambil, pasanglah sebagai bhasma di antara kedua alis. Jika tepat dan teguh olehmu melakukan, keampuhannya menjadi luar biasa, demikian pula kesucian kekuatannya, bagaikan keteguhan yang ampuh, sebab lagi berpulang kembali ke dalam tubuhmu, menyusup di tempatnya, jangan sembrono, jangan diobral, jika kau durhaka terhadap anugrahku ini, semoga kau mati, ditusuk orang gila, semoga kau dituduh penjahat oleh sesamamu. Adikku sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, janganlah kalian lupa ingatlah, sangat besar bahayanya, sebab ini sangat rahasia, karena jarang orang paham tentang hakikat keluar-masuk ajian ini, memang banyak orang tahu ajaran seperti ini, hakikat yang nyata tak nyata, namun tidak ada orang yang tahu tentang keadaan yang sejati!” Lalu sang Klimosadhi bertanya: “Hamba memohon kembali penjelasan tentang hakikat dewa, mengapa Sanghyang Tiga dijadikan guru oleh Ki Bhuta Kala Dengen, dan para Pamala-Pamali, serta segala penyakit, bagaimana bisa demikian? Hal itulah mohon dijelaskan lagi!” Sang Budhakecapi menjawab: “Wahai adikku, beginilah asal-usulnya. Adapun awal mula adanya dukun, adanya obat, dan juga awal mula adanya penyakit, serta asal-usul penderitaan, beginilah sebab-musababnya. Ketika aku bertapa, dengan sangat tekun dan kokoh, aku bersemadi, ada yang memberikan anugrah kepadaku, yakni diberi wahyu oleh Hyang Nini Dalem, Hyang Nini yang dinamakan Bhatari Durga, dialah yang bersemayam di dalam diriku, beliau bersemayam di bagian dalam dari dalam tubuhku. Pelataran istana Bhatari Durga adalah di lekukan bibir atas, di bawah hidung, jika dipuja di bawah akan menimbulkan penyakit, jika diarahkan ke sela-sela alis dan dipertemukan dengan Bhatara Guru, beliau akan menjadi dukun. Ada lagi petuah Hyang Nini, adalah ajian sangat rahasia, berada di mikrokosmos (dalam tubuh manusia), dinamakan ajian Usadhasari, tentang dukun wanita yang berada di bawah pusar, meruwat jenis penyakit panas, dan ada pula dukun laki-laki, berada di tulang, bernama I Dukuh Sakti, menyembuhkan segala jenis penyakit dingin. Ada pula dukun segala jenis penyakit, ketahuilah ia berada di ubun-ubun, dapat menyembuhkan segala jenis penyakit, ia bernama Hyang Sangkul Putih, bisa mengobati segala penyakit, Hyang Tiga pada menjadi gurunya. Bhatara Brahma mengadakan semua penyakit, dijadikan guru oleh Bhuta Kala Dengen, Pamala-pamali, Ki Bhuta Setan, I Bhuta Jin, I Bhuta Licin, I Bhuta Kakawah, I Bhuta Sliwah, I Bhuta Ari-ari, I Bhuta Rudira, I Bhuta Emba-emba, mereka semua beryoga menciptakan berbagai penyakit, berkat yoga Bhatara Brahma sehingga muncul berbagai penyakit di dunia manusia. Lalu Bhatara Wisnu beryoga menciptakan obat, muncul dari Sanghyang Suksmadhana wisesa, dari ginjal, warnanya kuning, dan inilah sabda suci Wisnu: Ung Ung bata, sebagai junjungan Sanghyang Durada Angga, yang muncul dari penggantungan hati, gaib dan sangat sakti, warnanya jernih tanpa kotoran, sabda sucinya: Rang. Sanghyang Suksma dharma wisesa muncul dari dalam jantung, sabda sucinya: Oý, rupanya sangat indah, bagaikan lampu minyak tanpa asap, mereka sekalian ikut beryoga bersama Bhatara Wisnu, menciptakan segala obat. Ada lagi yang menjadi penyakit, beginilah asal-usulnya, dan pula yang dapat menawarnya. Jika sang Bhuta Dengen menimbulkan penyakit, Hyang Nini Siwagotra bertugas mengobati dan sembuh. Jika I Larung memasang guna-guna, Hyang Mpu Siwagandu berhak mengobati, pasti cepat sembuh. Jika I Lendia memasang guna-guna, Hyang Wisnu Panjaram menciptakan obatnya sehingga lekas sembuh. Jika I Jaran Guyang mengadakan penyakit, Hyang Jala Sangkara mengobati, lekas sembuh. Jika I Weksirsa memasang guna-guna, I Cambra Brag mengobati dan lekas sembuh. Jika I Lendi memasang guna-guna, Hyang Pangakan Beha menciptakan obat, lekas sembuh. Jika I Rangdeng Jirah memasang guna-guna, Hyang Mpu Pradah mengadakan obat, lekas sembuh. Segala jenis penyakit akibat guna-guna, Hyang Mpu Bawula mengadakan obat untuknya, lekas sembuh. Segala jenis guna-guna yang amat tajam dan ampuh, sebagai hasil yoga Bhatara Brahma, dengan murid-muridnya adalah Ki Bhuta Dengen, dan kesepuluh jenis kotoran yang ditimbulkannya dapat diruwat oleh ajian Bhatara Wisnu Japasari, namanya. Demikian adikku, jangan lalai, jangan lupa, ingatlah. Wahai adikku sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, setelah aku memberi petuah kepadamu, kini aku bertanya kepada-mu. Kalian telah melakukan pengobatan sejak dulu kala, bagaimana tatacara dan aturanmu dalam menentukan besar-kecilnya uang persembahan? Bagaimana caramu menerima uang persembahan itu? Jelaskanlah hal itu dengan sebenarnya, agar aku mengetahui!” Dengan lembut sang Klimosadha dan sang Klimosadhi menjawab: “Baiklah Tuan, beginilah tatacara hamba sejak dulu. Setelah hamba selesai memberikan pengobatan, uang persembahan sebesar sepuluh ribu, hanya tujuh ribu hamba ambil. Jika uang persembahan itu sebesar tujuh ribu, hamba minta dua ribu saja. Jika uang persembahan itu sebesar seribu, hanya lima ratus hamba ambil. Demikianlah tatacara hamba dulu!” Sang Budhakecapi berkata: “Jika begitu, kau tidak dikutuk oleh Sang Puseh Daksina, dan oleh Bhagawan Resi Cintya, Nini Panyeneng, Sanghyang Pura Daksina, beliaulah yang mempunyai hak terhadap uang persembahan itu, segala hadiah, Sanghyang Daksina memilikinya, sebab beliau adalah dewanya. Oleh karena itu semua dukun sakti bisa hancur, perilakunya tidak menentu, terlunta-lunta menjadi fakir miskin, hal itu sangat berbahaya bagi dirimu juga, sekarang kalian menjadi dukun, janganlah berbuat demikian, sebab bahayanya bisa menimpa keturunan, tidak hemat dalam makan dan minum, boros sekali, sangat lalai, amat buruk, ketika ajalnya tiba akan menemukan kesengsaraan. Uang persembahan yang patut kau ambil semua adalah yang dipersembahkan oleh orang melahirkan, dan oleh orang keguguran. Persembahan semacam itu boleh kau ambil semuanya. Dan jika ada orang membayar kaul kepadamu, (uang persembahannya) patut dibagi tiga, setelah kau selesai menyaksikan (mempersembahkan) kepada Sanghyang Widhi. Yang dua bagian untukmu, dan yang sebagian lagi diberikan dengan iklas kepada yang diobati agar kau pantas diundang oleh si pasien. Jika kau memeriksa orang sakit, janganlah kau mendalih, jangan menuduh sembarangan, berbuatlah kau supaya dipercaya oleh pasien, kau tidak boleh sembarangan, Sanghyang Adnyana Sidhi patut dipuja, jangan suka mendengar sembarangan, mengapa demikian? Jika ada orang sakit disebabkan leluhur, lalu kau katakan oleh dewa, leluhur itu akan mengutukmu, sebab di kedewaan itu sepi (kosong), maaf, sebab tidak ada dewa yang menyakiti, kau lalu mengatakan dari dewa. Itulah sebabnya. Dan jika sakit itu disebabkan dewa, lalu kau katakan penyakit itu dari leluhur, leluhur dan dewa itu akan mengutukmu, karena kau menuduh-nya. Demikianlah adikku. Ada pula sebab dewa menyakiti manusia, karena ada kaul yang belum dibayarnya, sehingga menimbulkan bencana penyakit. Jalan keluarnya supaya lekas sembuh, harus dibayar. Oleh karena itu banyak dukun dikutuk karena salah sangka. Hal ini dinamakan kutukan Bhatara dan kutukan Dewa. Hal ini patut didengar dengan saksama. Akhirnya, si dukun mati karena salah ucap. Jika tidak demikian, kau akan dituduh jahat oleh sesamamu!” Lalu sang Klimosadhi dan sang Klimosadha berkata: “Sekarang jelaskan kepada hamba semua jenis penyakit agar hamba paham, segala jenis penyakit yang ditimbulkan oleh leluhur, yang ditimbulkan oleh Bhuta, serta tanda orang akan mati, dan hidup (sembuh), itulah jelaskan kepada hamba!” Sang Bhudakecapi menjawab: “Wahai sang Klimosadha dan sang Klimosadhi, sekarang aku menjelaskan kepadamu, dengarkanlah baik-baik, ingatlah dalam pikiranmu, jangan lupa, jangan lalai, beginilah hakikat penyakit itu. Orang yang akan mati dan yang akan sembuh, beginilah cara memeriksanya, yakni memeriksa dengan saksama tatapan mata si pasien, sebab di sanalah tampak bayangannya, yang panas maupun yang dingin, ataupun yang sedang, serta tanda-tandanya, awasilah dengan baik, jika tampak tenaganya memencar dalam sekejap di matanya, awasilah pula dalam anak-anakan kedua matanya. Jjika tampak kedua anak-anakan matanya bergerak, dan sinar matanya kadangkala terang kadangkala keruh, nah jika persis seperti itu, itu tanda orang akan mati, pada hari dia mulai terkena penyakit, lamanya dua belas hari, orang itu akan mati. Mengapa demikian? Sebab Sanghyang Komaragana, Sanghyang Komarakedep telah pergi. Itulah sebabnya ia mati. Janganlah kau melakukan pengobatan. Beginilah asal mula penyakit itu. Ada darah mati sedikit, berada di selaput pembungkus paru-paru, tetapi lepas tanpa ikatan. Lalu ada hawa panas dibungkus oleh air hamis, yang berada di dalam lobang jantung, dan lagi daging putih dicampuri oleh sang Nubatha, sehingga daging putih itu panas, karena dicampuri oleh panas membara, di situlah semua air mendidih, lalu darah mengering dan mati, kemudian menyusup ke seluruh daging di dalam tubuh, sehingga seluruh otot lemas, seluruh lemak mengering, men-didih, hingga ke dada, mengental di kerongkongan, itulah sebabnya penyakit itu melemaskan, membuat kepala pusing, sempoyongan, sehingga tubuh menjadi kurus, telah disusupi oleh hawa dingin, lalu menjadi gerah dan semutan, pegal-pegal, karena semua ditunggui oleh sang Banyu Budha, disertai oleh panas membara, tempat bercokolnya adalah di bawah kerongkongan, inilah sabda sucinya: Ih dwel, akweh (ucapkan 3 kali). Ada lagi, wahai adikku, cara menebak penyakit menahun, sebab sulit menebaknya, beginilah cara meramalnya. Kau makan sirih dulu, setelah hancur, janganlah membuang ludah merahmu, keluarkan sepah itu, dan diberi mantera. Setelah diberi mantera, suruhlah pasien makan sepah itu. Setelah makan, suruhlah ia mengeluarkan ludah merahnya, saat itu awasilah dengan saksama ludah yang keluar itu. Jika ludahnya keluar dengan baik, orang itu boleh ditolong. Jika ludah yang keluar itu kotor, itulah tanda orang itu akan mati, jangan melakukan pengobatan. Jika ada endapan kotor pada ludahnya, itu pertanda orang akan mati seketika, jangan melakukan pengobatan. Jika kau melanggar, kau akan terkena kutukan oleh Sanghyang Mantera Sidhi. Inilah mantera sepah: Oý sang dora kala, sang dora kali, inêbang babahan raûanña, sanghyang urip, sanghyang prêmaóa, sanghyang katimang, tan palawan, sun atakon pati uripe syanu, lah ta poma siràngurahana, poma (ucapkan tiga kali). Jika ada penyakit berbahaya, yang gejalanya ada keringat keluar deras dari telinganya, dan sedikit lengket. Itu pertanda Sanghyang Bayu telah pergi. Orang itu akan mati, tidak bisa ditolong. Ada lagi, jika ada pasien tampak ber-asap di ubun-ubunnya, itu dinamakan asap langit, jeda waktu hidup dan matinya adalah tujuh hari. Jika tidak mati dalam tempo tujuh hari, boleh diberikan pengobatan. Jika seperti itu penyakitnya, Bhatara Iswara menginginkannya supaya tetap hidup, Bhatara Siwa menaruh kasih sayang kepadanya, itulah sebabnya muncul asap langit (kukus ambara). Dan lagi jika ada penyakit berbahaya, segala jenis obat tidak ada yang mempan, dan penyakitnya telah lanjut, sehingga penyakitnya menjadi kronis, caranya adalah peganglah kedua telinganya, jika kedua telinganya terasa kaku, dan persis seperti itu, orang itu akan mati perlahan-lahan, sebab Sang Pramana dan Sanghyang Adnyana Sidhi telah pergi. Jika ada orang sakit, mukanya berlainan sebelah, dan mulutnya menganga, (tanda) Sanghyang Atma telah pergi. Orang itu akan mati, sebab Sanghyang Atma pergi melalui jiwa. Dan jika orang sakit menahun serta sangat kronis, tekanlah lambungnya, jika ia tidak merasa geli, (tanda) Sanghyang Bayu telah pergi. Orang itu akan mati, tidak bisa ditolong. Jika ada orang sakit berbahaya, peganglah dahinya, tepat di antara kedua alisnya, jika di sana ada bagian yang melorot, perhatikanlah pula jari-jarinya, jika lemas dan kaku di ujung-ujungnya, tidak sampai dua hari, orang itu akan mati, sebab Sanghyang Manon telah pergi, jangan melakukan pengobatan. Ada lagi jenis penyakit berbahaya, peganglah tangan dan kakinya, jika tenaganya lemas, peganglah pada tubuhnya, jika terasa panas gerah hingga ke kepalanya, kedua aliran nafas di hidungnya terasa panas, orang itu akan mati, sebab Sanghyang Bayu sebagai sumber tenaganya telah pergi, dan Sanghyang Manon telah pergi, jangan melakukan pengobatan. Ada lagi orang sakit, jika ada endapan kental di dalam tubuhnya, orang itu akan mati, sebab Sanghyang Sakula Sahadewa dan Sanghyang Jiwa telah mati di dalam, jangan melakukan pengobatan. Dan lagi, jika ada orang sakit, getaran tenaganya tidak merata, di situlah kau sulit menebaknya, peganglah dadanya, tangan dan kakinya. Jika getaran tenaganya berbeda, di dadanya bergetar lemas, di tangan dan kakinya berbeda, orang itu akan mati dalam sehari, sebab Sanghyang Adnyana telah pergi dari dalam nafas, jangan melakukan pengobatan. Dan lagi jika ada orang sakit, tampak di celah alisnya pucat, tiada cerah, telinga si pasien terasa berdengung, dan ada detakan di dalam telinganya, orang itu akan mati pelan-pelan, sebab Sanghyang Mandiswara telah pergi, jangan melakukan pengobatan. Ada lagi jika ada orang sakit menahun, silih berganti, kau dapat menekan lobang telinganya dengan kedua telunjuk, jika tidak ada tenaga dan terasa kosong, tidak sampai empat hari orang itu akan mati, jangan melakukan pengobatan. Jika terasa ada tenaga merambat di telinganya, boleh ditolong, karena Sanghyang Pramana telah kosong di dalam tubuhnya. Lagipula jika ada orang sakit, tampak pandangannya suram, serta kulit matanya mengeriput, dan tampak bertumpuk, dan jika benar getaran tenaganya keluar merambat, serta telapak kakinya panas, itu dinamakan tenaga Urang-aringgokan, di cakupan jantung, dan di paru-paru, di buah pinggang, di sana semuanya mengering tanpa air, dan tanpa darah, dibakar oleh sang Gegenduta namanya, ini ucapannya membakar, “Ah (diucapkan 3 kali), Ih (diucapkan 2 kali), ak akwehya, dwe (diucapkan 3 kali)”, demikian saudara, jangan mengobati. Lagi bila ada orang sakit, tengkuknya selalu berkeringat, badan, juga beserta kulit kepalanya lembab dan lekat, kakinya terasa tidak bertenaga, dan terasa letih dan lemas, lagi matanya berair, putih matanya berwarna kekuning-kuningan, jika demikian keadaannya, orang itu akan menemui ajal, sekalipun dapat bertahan hidup, lamanya sebulan, hanya menunggu mati, sekalipun enam bulan dapat bertahan hidup, hanya bisa makan dan minum, tidak mampu bekerja, sangat sulitlah ditolong orang sakit itu, itu hendaknya diketahui, agar Anda paham, karena sanghyang atma, sudah sulit bertahan di tubuh, demikian penyebab keadaan sakit itu, hatinya kering (mengeras), itu bernama barah siluman, bisa ditolong. Ada lagi tenaganya lemas gemetar, dan terputus-putus, itu pertanda akan kena sakit, darah di dalam perut, penyebabnya, jangan ragu mengobati, umurnya setengah baya. Lagi bila tenaga cepat gemetar dan napas naik-turun, dada dan tangan kaki terasa ngilu, pada saat ia batuk, itu bernama buh barah indra, akan menyebabkan sakit sesak napas, cendrung meninggal, jangan ragu menolong. Lagi bila tenaga lemas kecil gemetar, cendrung lemas, tubuhnya agak kurus, itu menjadi tiwang banta, orang itu jarang mempunyai harapan hidup. Bila tenaganya kecil dan gemetar, jarang bertenaga kuat dan besar, tubuhnya agak kurus, itu sakit kena ilmu hitam, demikian, setengah baya usianya. Jika terasa berdebar-debar sekujur tubuh, akan menjadi sakit mendadak, jangan ragu-ragu, berefek macam-macam. Bila tenaga besar sekujur tubuh gemetar, itu akan menjadi lama sakit, dan ia lama menderita, bisa menyebabkan meninggal orang sakit demikian, beri pertolongan agar pasti. Jika kulitnya pucat kebiru-biruan, tenaganya kecil gemetar, itu akan menjadi sakit mokan di dalam perut, cepat ditolong. Lagi tenaga besar lemas dan gemetar, pada tubuhnya terasa meriang, perasaannya gelisah, itu bernama bayu kasambetan, setengah baya usianya. Bila tenaganya lemah, pikirannya menerawang kakinya gelisah, dan tidak bisa tidur, itu sakit kena ilmu hitam yang dijalankan dengan cara pemusatan pikiran, dan kena sasawangan (rohnya diminta), meninggal dengan kondisi merosot secara perlahan. Lagi jika dia tenaganya lemah, disertai dengan rasa sakit menusuk-nusuk, itu sakit menimbulkan kejang, segala macam tiwang, dapat ditolong agar jelas. Bila tenaganya berdebar-debar, kaki dan tangannya gelisah, itu sakit katepuk tegah, namanya, dan ia kena pamali, dapat ditolong. Lagi jika tenaganya berdebar-debar, karena kondisi turun, tercampur oleh tenaga itu, menyebabkan menjadi terbakar, bisa berupa api menyala, pada air itu, semua isi otot menjadi terbakar, itu menjadi sakit wisya kamaranan, demikian, yang menciptakan sakit itu, bernama Sang Kala Sunya, hijau tua warnanya, merah matanya, rambutnya kuning keputih-putihan, tinggalnya di dalam tanah, limpa bagian yang diserang, pasupati cakra sabwana, demikian, itu alat memusnahkan Sang Kala Sunya, mantra, “Ih yam matatgaran hastaning wijil tunggal (diucapkan 3 kali), Oý, ngdu, apsumêng ” (diucapkan 3 kali), selesai, Sang Kala Sunya tidak dapat menyerang, jika ada manusia pintar sakti , juga leluhur, itu disuruh mengobati, orang yang sakit itu, tidak bisa hidup. Lagi jika ada orang sakit, kelihatan putih matanya selalu kuning, di dalam pikirannya selalu bimbang dan sedih, selalu, berputus asa, kematiannya sudah dekat, jangan ragu mengobati, ini menderita sakit panas, namanya, penyakit kencing darah, di dalam hati tempat panas itu, panas terus di sana, setelah di sana menjadi sakit, menyebar, bernama hning agni, tidak dapat ditolong orang sakit itu, akan menemui ajal. Lagi jika ada orang sakit, tenaganya besar, mendadak-dadak, tetapi jika ia batuk menjadikan seluruh tubuhnya merasa panas, jika demikian, itu sakit barah jampi bersarang di dalam, begitu, dapat ditolong agar paham. Lagi ada orang sakit jika sebentar-sebentar kumat dan lemas tenaganya, dan ia kelihatan agak sembab, itu pertanda akan batuk, demikian, segera ia ditolong, supaya paham. Lagi bila tenaganya berdebar-debar, tubuhnya panas, itu sakit nyebeha di kulit, panas pada kulit, dapat ditolong. Lagi tenaga besar terputus-putus, dan ia merasa gemetar, demikian, itu pertanda luka bernanah di dalam, dapat diobati. Lagi jika tenaganya kecil terengah-engah, dan sering murung tubuhnya gerah, bulu matanya penuh dengan tahi mata, dan ia meleleh, itu dimarah oleh dewa dan leluhur, dapat ditolong agar paham. Lagi jika tenaga jarang dan lemah, dan datang pergi, keadaan itu pertanda akan sakit perut melilit-lilit, kemudian pingsan. Lagi kelihatannya bertenaga lemah,di dalam terasa semua nyeri, bila demikian, itu sakit kena (sarana) ditanam. Lagi jika tenaga sangat lemah, bergetar-getar, itu pertanda menderita perut bengkak di bagian dalam, dapat ditolong agar pasti. Lagi jika tenaganya sering merosot, dan terasa putus-putus, di tangan kakinya terasa lemah dan pucat, demikian, itu sakit terkena (sarana) yang ditanam berisi rajah, namanya. Bila tenaga terpusat, tapi sering terasa sakit menusuk-nusuk, bagian badan semua terasa gelisah, matanya agak merah kebiruan, itu pertanda sakit kena wabah, namanya, jangan ragu mengobati. Lagi jika tenaga terasa sangat lemah, jika badannya terasa sering lemas, itu sakit pertanda ada infeksi di dalam perut, sering menyebabkan perut menjadi besar. Lagi jika tenaganya berdebar-debar, dan menyebar, putih matanya kelihatan kuning, sampai kukunya semua kuning, itu pertanda akan menjadi sakit ngrengreng tkek namanya, ma- tinya perlahan, itu sakit kena sihir, demikian, sulit menolong/mengobati sakit itu, jangan ragu mengobati. Lagi bila pada hulu hati dan pundak gemetar, sebentar hilang sebentar kambuh, badannya terasa lesu, itu sakit terkena dadyahan kuselo, pasti bisa ditolong. Lagi jika tenaganya kecil gemetar, badannya terasa lemah, itu sakit selo kalikatan namanya, dapat ditolong agar hati-hati. Lagi jika badannya kurang bertenaga, gusinya pucat juga kukunya, sakit kena sarana yang ditanam, demikian. Lagi jika kukunya semua putih, pada tangan kakinya semua tidak bertenaga, dan ia sering tidur lelap, itu sakit terkena sawangan, namanya, setengah baya hidupnya, dapat ditolong agar paham. Lagi jika bibirnya pucat, juga hidungnya, dahinya semua berkeringat, dan lekat, kakinya lemas, itu sakit kasambut namanya, sa- kit yang demikian, sering mengelabui dukun, demikian, itu cendrung meninggal dalam keadaan tidur, ingatlah saudara. Lagi jika tidur lelap dan mimpinya tidak menyambung, bibir dingin, dahinya basah, daya pandangnya dekat, itu sakit kukus gunung namanya, kumat malam hari tidak dapat ditolong. Lagi bila ada sakit gelisah membangunkan tidur, tiba-tiba terengah-engah, tiba-tiba kencang, menjadi sepi, bila tidur siang, itu sakit kena racun, cendrung meninggal orang itu, jangan ragu-ragu. Lagi bila ada darah bertetesan tubuhnya kurus kering gerah dan dingin, jika pada kakinya keram, itu menjadi sakit batuk tidak henti-hentinya, sulit mengobati, sering mengakibatkan tenaga merosot dan kurus. Lagi bila ada sakit kakinya linu-linu, jika di perut disertai agak panas, demikian, itu sakit ku- kurunging baddha, namanya, setengah baya umurnya, hendaknya selalu waspada. Kembali bersabda Sang Kalimosaddha, dan Sang Kalimosadhi, baiklah lagi hamba mohon perkenan/anugrah, agar hamba tahu tentang sakit panas yang terus-menerus/lama, begitu pula tentang sakit dingin berkepanjangan, itu agar hamba ketahui, bersabda Sang Bhûdhakecapi, hai saudara, begini sesungguhnya /keberadaannya, jika orang yang sakit kelihatan matanya sampai anakan matanya kuning, dan berkedip-kedip, itu lama menderita panas, namanya, jika putih matanya merah kebiruan, dan ia sangat kepayahan, tapi selalu mau makan dan minum, itu sakit dingin yang berkepanjangan, namanya, tapi jika salah mengobati, menjadi sakit perut yang melilit-lilit kemudian sampai pingsan. Lagi jika lemah/ pudar anak-anakan matanya, dan pandangannya agak lemah, pada bibir kelihatan pu- cat, itu sakit dingin, namanya. Lagi jika ia kelihatan matanya putih, pada bibir agak kering, tapi masih mau makan dan minum, demikian, itu gering ñalah para (sakit serba tanggung), jika pada daging semua dingin, di dalam otot semua panas. Lagi bila bibirnya merah ke hitaman, gusinya terasa sakit, itu sakit mual terus-menerus, namanya, di dalam semua panas, buntu. Bila bulu tubuhnya semua kelihatan/kejur, kulit badannya seperti bintik-bintik, tidak tahan menahannya, itu panas terbungkus, demikian, di dalam perut semua panas, urat pada kaki semua dingin, sakit itu berbahaya mendapat gangguan dari luar. Lagi jika ada orang lumpuh/sulit berjalan, terasa berat badannya, bila keras rasanya dan berdebar-debar, itu sakit panas terkurung, pada daging semua panas, pada urat di bagian kulit semua menjadi dingin, bila bernafas pada tenggorokannya semua berdebar-debar, demikian, itu sakit kulyang namanya, jika pada tenaga lemas, keluar tenaganya pada tangan berdebar-debar, di tubuh semua lemas, tenaganya pada tenggorokan semua berdebar, itu sakit asrep (mual-mual), namanya, sakit itu kejang di dalam, sering meninggal di tempat tidur, jangan ragu-ragu mengobati. Lagi bila ada orang sakit, air kencingnya kuning, nafasnya di hidung semua kencang dan terasa panas, tangan kakinya mengeluarkan tenaga terasa berdenyut sakit, itu panes gumulung, namanya, jika salah pertolongan menyebabkan nafas terdesak ke atas. Lagi jika ada orang menderita sakit, jika nafas di hidung keluar tersendat, jika pada jari tangan panas, pada siku dingin, itu sakit memperdaya hidupnya, tidak diketahui tiba-tiba meninggal, jangan ragu-ragu. Lagi bila berdebar-debar di hidung, menyebabkan panas di pundak, itu sakit panas pasulwan, namanya, sakit panas itu tidak henti-hentinya. Ini ada lagi saudara, sakit salah pertolongan, demikian, jika udara di hidung keluar sangat panas, perhatikan pada kukunya semua, bila kelihatan biru semua kukunya, pula kulit jarinya semua kisut, itu panas urang-aring namanya, bila ia salah pertolongan, di sana di tempat tidur saudara berkata kepada orang sakit itu, dan menyuruh bangun, tengadah orang sakit, jika kata-katanya ngawur, dan kacau balau suaranya agak gawung dan berat, lagi perhatikan geraknya saat duduk, bila duduknya kehilangan keseimbangan, jangan diobati, karena Sang Hyang Mretyujiwa, telah pergi dari dalam, apa sebabnya demikian, itu bernama sakit kukurung babatta, yang memunculkan sakit itu, bernama Sang Dharmma Maling, demikian, ada angin terhalang, kemudian menyusup dalam daging dalam tubuh, juga ada darah mati warnanya kuning, bertempat di dalam usus bersembunyi, demikian keberadaan sakit itu bila berada di dalam, jika siang hari bertempat di tengah pembaringan, jika malam hari sedang tidur, bertempat di dalam ketug talu (hulu hati), setelah demikian bernama Sang bayu maling, ia lagi berganti tempat, menjadilah angin maling, bertempat di rongga-rongga hatinya, di sanalah ia berubah wujud, demikian, menyala-nyala, mengakibatakan mengeluarkan darah kotor, naik menyusup ke dalam tenggorokan, ke lubang hidung, dan ke lubang telinga, itu menyebabkan pusing tersungkur, suara parau dan seret, demikian, yang menjadikan sakit demikian, dan yang membuat sakit Sang Dharma Maling, namanya, karena itu tempatnya sama-sama berhimpitan, itulah rumahnya Sang Dharmma Maling, wu- judnya sliwah (tidak karuan) giginya hijau, matanya semua berwarna putih, rambutnya merah, tubuhnya tinggi, tingkah lakunya biadab, memiliki kekuatan gaib gni pancaksara, namanya, itu yang dipakai membakar semua sasarannya, menyebabkan sakitnya tidak dapat diobati, demikian, ini pemusatan pikirannya yang membuat sakit, mantra Oý bhwanwudyanà, Oý úuddha ya namah úiwàya, pêt. Lagi bila ada orang sakit lemas berkepanjangan, semua tubuhnya terasa berat, jika tenaganya panas, lagi jika pada kaki kanan terasa keram, pada kaki kiri semua terasa panas, dan sering kesemutan, tenaga pada badan terasa kuat dan seperti kaget, itu sakit panas panuncak, namanya, sakit itu lain dari semua sakit, juga semua kulit menjadi sakit, panas itu bertempat di sana, bila tidak kambuh baru terasa enteng, demikian, semua urat sakit dan lemas, sampai ke sumsum tulang be-lakang semua panas, asapnya semua menyusup di daging, demikian, sakit itu mulai dari hari (kelahiran) yang sama, lamanya tujuh hari meninggal orang itu, itu bernama sakit tiwang kuluru, tidak dapat dipastikan meninggalnya, keadaan sakit itu penderita lemas dan kesemutan, juga ia sering keram, demikian, tapi ia makan dan minum normal, lagi bila tidur sering enak, demikian, kemudian sampai kenyenyakan, sampai menjadi mimpi panjang, mimpi mandi dan keramas, pakai kain putih dan bersunting bunga serba harum, saat itu rohnya semakin jauh dari tubuh, bertemu dengan panas penuncak, meliputi seluruh tubuhnya, kemudian mimpinya menaiki kereta, pergi jauh tidak menentu, demikian, orang sakit itu kemudian meninggal saat tidur (mimpi). Lagi bila ada orang sakit sukar ditolong, jika menangis terus menerus, diperhatikan tangisnya, bila agak berat, dan keras agak gawung, jika tidak menentu tangisnya, setengah baya usianya, hendaknya ingat hari mulai sakitnya, hanya sepuluh hari ia meninggal, jika tidak meninggal sampai, 30 hari, ia tidak akan meninggal dapat diobati, sakit itu bernama upata wulangka, yang menyebabkan sakit itu, bernama I Pusya Putih, beraknya mentah (encer), bercampur berak kental, berwarna-warni, tetapi sudah hancur, itu terpental sedikit, mengenai otot maling, demikian, itu bertemu dengan air panas, setelah bercampur lagi berganti tempat, bertempat di dalam bercampur, menyebabkan cepat mengganggu, bila sedang mandi agak lama, saat itu hancur dan bercampur berak yang putih dengan air panas, setelah bercampur bernama I Purisya, bersembunyi, lamanya kira-kira, 7 hari, di sana berganti tempat, ber- tempat di dalam pikiran setelah di sana lagi berganti tempat, ia bertempat pada kedua kaki, tapi pada saat tidur lama, bersilang kaki, setelah demikian datang Bhatara Brahma, beliau memberi kekuatan, menyebabkan menjadi besar, menjadi racun brahmagni, berkumpul semua merupakan anugrah sang Bhûddhatwa, berada di dalam kolam, rupanya selalu hitam, matanya selalu kuning, rambutnya selalu merah, kekuatan gaibnya berupa bhajra gni, dapat menjadi pembakar jagat, ini pemusatan pikirannya, mantra, Ang (diucapakan 2 kali), Ah, Hah, hêkwa,  (diucapakan 2 kali), hryungh, , rêgraóna (diucapakan 3 kali), selesai, yang dapat menandingi bernama Puh Danawa Bhûddane, rumahnya di dalam batang merambat yang berbelit, demikian, rupanya selalu biru, matanya selalu putih, hitam rambutnya, kekuatan gaibnya trisula, demikian, itu yang dipakai menandingi kekuatan sang Bhûddhatwa, namanya, dibantu dengan, sarana/pakai, buah belimbing buluh, 11 biji, campur dengan sindrong, ekstraknya, madu lebah, ucapan sang kaum Bhoddha dipakai mendoai obat itu, diminum, mantra, Oý Ong krayàwalikna, poma tkakna pudraya (diucapkan 3 kali). Lagi sakit yang bernama jampi panes gagentun, bila kelihatan putih matanya selalu agak kuning, dan bibir mata terlihat kisut, perhatikan nafasnya, bila kedua hidungnya tidak mengeluarkan udara, sama-sama keluar nafas sangat lemah, lagi pegang kedua tangannya, jika tenaga tangannya keluar berlebihan, itu panas di dalam pada paparangan, namanya, panas dingin itu perubahan wujud Bhatara Brahma, demikian, beliau bertemu dengan Bhatara Wisnu, demikian, pada pangkal tulang belakang, begitu, menjadi terbakar tubuh di bagian dalam, itu sebabnya ada darah kotor di dalam, darah itu beratnya sekitar 1 kepeng, tempatnya bercampur pada tengah empedu, lagi ada bernama bañu tlu, bertempat di pernafasan luar, pada saat itu penderita menjadi menguap dan bersin, itu kemudian menjadi batuk, di sana ia tenaganya tertahan dan semua menjadi lemas, pada darah kotor, menyebabkan bercampur dengan i bañu tlu, kembali bercampur dengan udara luar, demikian, setelah bercampur, di sana menjadi sesat saling mempengaruhi, kembali lagi bertempat di dalam paprangan, di sana menimbulkan asap, asap itu berupa panes jampi gegentul, namanya, air panas menjadi air kering (haus), demikian, ini dapat untuk membersihkan, sarana, air perasan temu tis, inti bawang yang ditambus, santan yang kental, dengan asam yang telah dikukus, campur garam, ekstraknya itu diisi lagi dengan air perasan sabut kelong- kong jenis kelapa hijau, ini doanya, mantra, Oý limur-limur ringati, muwaras. Lagi bila kelihatan putih matanya agak biru, hidungnya berair dan lekat, mukanya kusam, panas itu bertempat di dalam hati, demikian, lagi ada air yang kurang, demikian, juga terjadi pada semua bagian kulit, di sana semua bercampur di dalam hati, begitu, sakitnya menjadi semua berpusat pada hati, demikian, badannya menjadi gerah dan sakit kepala, dan pusing, karenanya ada gangguan di dalam, ia I Bhadawang Nalayang menempati, itu membuat sakit, menyebabkan kekurangan cairan, demikian, sang bhadawang berumah pada sumber darah, rupanya selalu biru, matanya terus merah, memiliki kekuatan gaib dandagni, itu yang dipakai membakar, ini doanya, mantra, Ah, (diucapkan 2 kali), lêp,(diucapkan 3 kali), snanta ring hamar, demikian. Demikian saudara, lagi yang mampu menandingi, gangguan sang Bhadawang Nala, itu, ada bernama sang Jagatwa, itu dapat melawan, sang Jagatwa bertempat di dalam igel-igelan, hijau besar tubuhnya, matanya selau kuning, memiliki kekuatan gaib hastakosala, itu yang dapat menandingi, ini perangkatnya, sarana, terutama kulit pohon turi merah, kulit pohon sekoi putih, kulit pohon bekul, sepet-sepet, adas majekeni, cengkeh, lumatkan peras saring, campur dengan madu lebah, sesudah dimantrai, minumkan, mantranya, Ah (diucapkan 3 kali), hamarkun (diucapkan 2 kali), rudrahe namo úiwa ya, waras (diucapkan 3 kali), siddhi rastu. Lagi bila ada sakit, air kencingnya kuning berbuih, juga beraknya bercampur seperti buih tajin, dadanya panas terus-menerus, sangat panas, pada teng- gorokannya, terasa sangat kering dan pahit, tubuhnya berbau mayat, mulutnya berbau busuk, itulah panas keras, disertai sariawan, namanya, karena semua di dalam panas yang tertutup, demikian, segala tenaga semua berair panas, itu yang menyebabkan semua mendidih dan berbuih di dalam, jadi itu keluar bercampur ke dalam berak, di sana merembet sampai di jantung, air panas itu menekan-nekan ke hulu hati, karenanya orang itu tidak mau makan, segala yang dimakannya menjadikan ia mual, dan ia susah hati dan sering berludah, hidungnya juga keluar air, jika minum air tidak terasa enak, tapi sakit yang didalam perut melilit kecil, dan datang mereda kembali, itu keadaannya jampi pwak, namanya, sakit itu merupakan perlakuan dari Bha- tara Brahma, ciptaan beliau di dasar kawah (neraka) besar, kekuatan gaibnya gnisara, karena terbakarlah tribwana, itu yang dipakai membakar semua, ini pemusatan pikiran beliau Bhatara Brahma, mantra, Ang (diucapkan 3 kali), Aeh, Ah, Ak (diucapkan 3 kali), selesai. Ini yang dapat melawan kesaktian Bhatara Brahma, bernama, Ida Bhatara Sambu, itu dapat menandingi, rupanya biru, rambutnya hitam, matanya berwarna putih, di pintu tempat tinggalnya, kekuatan gaibnya trisula, bahannya, akar belimbing besi, asam di campur garam, itu semua dipanggang supaya bagus, daunnya disertakan, beserta inti kunyit, bawang, adas, sepet-sepet, ketumbar bolong, beras merah, setelah matang, bungkus jadikan satu, rebus sampai matang, setelah matang diisi lagi dengan air kelongkong yang sabutnya berwarna. hijau, ini yoganya Bhatara Sambhu, yang dipakai menyucikan obat itu, mantra Oý surating iwêh baturana awak ingsun, dahat tan alidah syaku, Oý Ong SA BA TA A I NA MA Úi WA YA, wara siddhi. Lagi urapnya, sarana, umbi paspasan, bawang yang ditambus, pipis campur sedikit dengan daun kayu manis, beras merah. Lagi untuk tetes hidungnya, sarana, air mumbang yang ditambus, remasi dengan hati bawang, campur dengan air sadapan tumbuhan simbukan. Lagi sembar pada leher dan pada dadanya, sarana, temu tis, ditambus, inti bawang, lengkuas muda. Lagi sembar hulu hati, sarana, kulit pohon tingulun, inan kunyit yang tua, katumbar, musi, sintok, pala krawes, kulit jeruk. Lagi boreh kakinya, sarana, segala yang kandungan zatnya hangat dipakai borehnya. Lagi ada nama sakit, tuju bayu kawewegan namanya, begini tandanya/cirinya, jika tampak urat matanya selalu agak kuning, sampai anak-anakan matanya juga selalu agak kuning, jika pada hitamnya seperti ada darah, demikian, itu panas pada urat, namanya, lagi ada tenaga tersendat, namanya, ia bertempat di bawah padamaran, demikian, menyebabkan orang itu menjadi sakit, pada waktu orang itu menguap, dan bersin, dan ia cikutan, pada waktu itulah air yang terhalang lepas dari padamaran, jatuh menjadi tidak sesuai tempatnya, menjadi mencampuri tempat Bhatra Wisnu, dan menjadi kepenuhan menyusup semua pada urap, segala daging semua, layu pucat, yang menempati sakit itu bernama sang Kala Sliwah, bertempat tinggal di dalam titimbal, demikian, tubuhnya tidak harmonis/wajar, mukanya berwarna biru, matanya berwarna ku-. ning, memiliki kekuatan gaib angin kencang, demikian, menjadikan tribwana itu layu kekeringan, ini pemusatan semedi sang Kala Sliwah, pada tatawingi lalamaran, demikian, mantra,Ah, (diucapkan 2 kali), Ih, Ah, kunkun mayungkun, draswahayah, begitu, itu semua penyakit, ini dapat memunahkan, ada yang bernama I Sugyan, bertempat di dalam kuthamarana, demikian, jingga warna tubuhnya, matanya kuning, rambutnya merah, kekuatan/senjata saktinya mosalastra, itu yang dipakai melawan, pemusatan semedi I Riweh, ini perangkatnya, sarana, lengkuas putih, temu tis, pinang bijian sebiji, semuanya ditambus sampai matang, kemudian digerus, ekstraknya disaring, inti sari lungid, majakane, campur sedikit dengan minyak kelapa kelentik, ini pemusatan yoga I Sugyan pakai menyucikan, perangkat jamu, mantra, Ah sudakun, limur ring hatimu waras (diucapkan 3 kali). Lagi ada Saudara, agar diketahui sakitnya yang terkena tiwang kumenduh, demikian, bila putih matanya agak biru, dan pandangan matanya agak redup, itu sakit aserep kurung, namanya, ada tenaga dan jiwa di dalam, pada telaga besar, sehabis memancur dan panas, air yang bercampur darah itu kemudian menyusup ke semua urat, sakitnya hati menjadi keruh dan pusing, badan lemas, kakinya gelisah, yang membuat sakit, Sang Wangkawa namanya, bertempat di dalam usus besar, demikian, warnanya biru, matanya merah, kuning rambutnya, senjata gaibnya moksala bayu, itu yang dipakai membakar tribwana, itu menyebabkan sakit tiwang kumenduh, namanya, ini kelengkapannya, mantra, Ih, U Ah kun tambanin, sajagat karum, haswa Ah, (diucapkan 3 kali), selesai, ini yang dapat menandingi, bernama tunggan tunggal, Sang Wangkawe, tapi bertempat di ktug tunggal, merah matanya, matanya semua putih, rambutnya biru, kekuatan gaibnya panah api, perangkat ini, sarana, semua jenis umbian masing-masing 3 iris, segenggam paya puwuh, kulit luar pohon kacemcem, isi dengan isinrong air jeruk, garam secukupnya, diminumkan, mantra, , Oý mur hyang mur hyang lêý ngawaras, O÷ (diucapkan 3 kali). Bahan borehnya, sarana, bangle, lempuyang, kunir, kulit tingulun, ketumbar bolong, kulit tuwuk. Lagi ada keadaan tenaga yang ngamereman (tertidur), bila ada kelihatan putih matanya merah kehitaman, begitu juga bibir sampai lidahnya, napasnya besar, kekuatan gaibnya bernama sarabwana, itu yang dipakainya membakar tribwana (tiga dunia), itu yang dipakai menyakiti, ini yang dapat menandingi, bernama Sang Bheddha Klarem, bertempat tinggal di patundhakan besar, merah tubuhnya, hitam matanya, biru rambutnya, memiliki kekuatan gaib bayu siddhi (angin hebat), ini perangkat- nya, sarana, daun beringin, temu tis, sarilungid, setelah matang, akstraknya diisi lagi dengan air gosokan cendana, tetesi air jeruk, doa Sang Bheddha Klarem, dipakai menyertai obat minumnya, mantra Ah Ah, (diucapkan 3 kali), Ah kunda nareswari, Om gni siwaya, anupat lara rogane syanu waras, (diucapkan 3 kali). Lagi hendaknya diketahui sakit yang bernama aserep warana, siapa yang membuat sakit, ada bernama danurenah, rumahnya di tutud marus, sakit itu bernama I aserep warana, bila kelihatan matanya memblalak dan uratnya membesar, sampai bagian hitamnya agak kuning, genggaman pada kedua tangannya, sampai keluar tenaga bergetaran, badannya basah, lagi keringat dan dahaknya lekat, itu sakit aserep warana, namanya, yang mewujudkan sakit bernama Sang Danurenah, berumah di tutud marus, menjadi sang bayu wlakang (udara terhambat), ru- mahnya di dalam ktug tunggal, itu air terhambat, tapi memiliki sifat selalu berubah-ubah, demikian, pada saat malam sedang tidur, pada saat itu keluar sakit sang danurenah, bercampur dengan air panas, bercampur di dalam tutud marus, setelah bercampur pindah lagi ke dalam jajaringan, menjadilah keruh dan muncrat, menjadikan sakit kepala dan pusing, dan gemetar kedinginan, sakit kepala dan pusing serta mual, pada kaki tangannya semua terasa kaku dan kesemutan, kemudian menjadi sakit kejang gagana, namanya, ini dapat diatasi dan dibuatkan sesajen, sarana, kulit kayu buwu yang tua, mpu kunir, temu tis, lengkuas putih, semua di parut, sampar wantu (rempah-rempah), majakane, pulut agak bulat, segenggam, digerus isi air, diremas sampai pekat, ekstraknya disaring, diminum, ini pemusatan pikirannya, mantra, Om awesa patapan, wastu-wastu wwara-hayu waras Lagi untuk borehnya, sarana, kencur tua, beras merah, air jeruk. Lagi susuk kepalanya, sarana, lempuyang, kunir, ketumbar, air gosokan cendana yang bercampur air jeruk, bunga kamboja. Lagi sembar dahinya, sarana, beras yang telah direndam, lempuyang, bunga kamboja, kencur, ketumbar musi, lagi untuk sembar hulu hatinya, sarana, kulit pohon tingulun, inan kunyit, buah pala, ketumbar sintok, bagian terbawah atap alang-alang yang sudah lapuk. Lagi orang menderita bahaya, jika kelihatan matanya merah kebiruan, rambutnya terasa agak basah, apa sebabnya demikian, karena tenaganya tersendat dan berlawanan, jatuh bercampur dengan air ktara, itu bercampur di dalam limpa, itu menjadi tenaga jajatah, setelah berubah wujud menjadi penyakit, lagi berganti tempat, bertempat di dalam pembuluh, demikian, disana berubah, menjadi air palsu berasap, air panas itu keruh, ini bernama Sang Tabhodha yang membuat sakit, demikian, bertempat di dalam hati maling, kuning warnanya, kuning keemasan matanya, tubuhnya merah, kekuatan gaibnya dandawa gni, begitu, itu yang dipakai membakar tribwana (tiga dunia), pemusatan pikirannya di dalam kukudung, ini ucapannya, mantra, Ah sna, (diucapkan 2 kali), dwah lilinuka, ngaran, Om kambe-kambe, (diucapkan 2 kali), Ah astawa bhuta rumayas, (diucapkan 3 kali)”, awalnya orang itu ketika batal bersin, dan batal kentut, itu udaranya semua terkurung dan semua mencari-cari celah, demikian begitu asal mulanya, ini yang dapat melawan agar cepat sembuh, ini bernama Sang Gring Grena Tunggal, namanya, yang bertempat tinggal di dalam limpa, selalu berupa air kuning, rambutnya itu berwarna biru, matanya berwarna hijau, kekuatan (senjata) gaibnya nagagniprasta, kelengkapannya, sarana, temu tis, daun benalu, asam diremas dengan garam, dan dipanggang, ekstraknya dicampur dengan santan kental, juga isi air perasan sabut klongkong kelapa hijau, ini ucapan Sang grena tunggal, isikan pada obat minumnya, mantra, Oý pukulun ingsun amunah amupug, sahaneng tuju kabeh, ne manglaranin awak sarirane syanu, yan kita tuju tluh tarañjana, tuju desti, tuju hyang pitra kasasar, yan kita tuju manuûà, tuju bgah, tuju gantung, tuju kêñcêng, tuju delêp, tuju bêngang, tuju raûa, tuju bràhma, tuju bañu, tuju tuklês, tuju ngadêg, kabeh mundur kita tuju punah, mundur kita saka kulon, mundur kita saka lor, mundur kita saka kidul, wastu kita tuju punah, (diucapkan 3 kali), Sing tka kita padha rep sirep, (diucapkan 3 kali), siddhi mandi mantranku jeng. Lagi ada sakit yang menyerang warang (retak), namanya, yang menyebabkan penyakit itu, bernama sang guna simpen, berumah di dalam gagentun, demikian, wujud tubuhnya seperti semar (panakawan pendek dan tambun), matanya kuning, rambutnya merah, kekuatan gaibnya gni dlek (api berkedip), itu yang dipakai membakar empat lapisan dunia, menyebabkan sakit itu semua panas di dalam, tidak tampak jelas di luar, sangat keras panas itu, ini pemusatan pikirannya, mantra, Ah, ak harikyuh, ngaran, swasta kamranaswah hak, (diucapkan 2 kali), ini dapat menandingi, pemusatan pikiran Sang Guna Simpen, beliau Bhatara Wisnu dapat melawan, karena Bhatara Wisnu memiliki kekuatan gaib (senjata) banyu kuddha- srama, namanya, tempat beliau beryoga di dalam pagegenyan (perapian), demikian, ini perangkatnya, sarana, temu tis, bawang ditambus, asam dilumatkan dengan garam, dipanggang, santan yang kental, ekstraknya diisi dengan air perasan sabut klongkong kelapa hijau, mantra, bang bang bammagawi, (diucapkan 3 kali), trus ta ya ngatonin sabwana, nanghing waras. Lagi bila kelihatan sepintas ada darah hidup pada matanya, keadaan tubuhnya, jika keras dan kencang nafasnya, itu bernama napas sisinom, demikian, itu yang menyebabkan penyakit itu, bernama Sang Bangastuti, berwarna merah, matanya merah, rambutnya merah, kekuatan dahsyatnya dupa gni bajra, tempat yoganya di dasar kawah (neraka) besar, itu yang dipakai membakar empat saluran, demikian, menyebabkan penyakit panas serada di dalam semua, tidak terasa (kena) di luar keluar air di luar, demikian hendaknya diingat, yang dapat melawan, beliau Sang Naga Suluh, berumah di dalam padamaran (penerangan), lima warna, kekuatan gaibnya (senjata), padma mretta (padma maut), demikian, ini kelengkapannya, sarana, ekstrak isinrong (jenis rempah-rempah), daging biji kemiri, campur dengan santan yang kental, lagi campur dengan cendana sedikit, minumkan, ini ucapan Sang Naga Suluh, mantra, pukulun sang kapiamunah tuju kabeh, tuju deûþi tluh tarañjana, tuju hyang, tuju manuûya, tuju tangsu, tuju pamali, tuju pitra, tuju bràhma, tuju tutkàla, tuju bañu, tuju mbal tut sulung, wastu kita sahananing tuju kabeh, punah mataswaha, waras, (diucapkan 3 kali). Lagi orang sakit, bila kelihatan matanya diselimuti warna kuning, lagi pandangan matanya sering terhalang (samar), bila pada tubuhnya tidak karuan, demikian, sering mengeluarkan darah pada kemaluan, bila di dalam keadaannya sangat tersiksa, menahan sakitnya, itu sakit (kena) racun semakin parah, demikian, itu hasil semedi Bhatara Brahma, bersemedi di dalam hati, tembus sampai di air mani, demikian, hendaknya diingat masa kritis penyakit itu, lamanya 19 hari, masih hidup, baik bila masih bisa bertahan tiga hari, masih hidup, orang itu akan mudah bisa ditolong. Lagi bila ada orang sakit, kelihatan bola matanya kering, perhatikan genggaman pada kedua tangannya, bila keluar tenaganya perlahan, begitu juga kencangkan kedua kakinya, jika terasa tidak bertenaga dan dingin, itu sakit tiwang babangsun, namanya, ini kelengkapannya, sarana lengkuas, bangle (sebangsa temu), lempuyang, semua parut, campur dengan ketumbar musi, cendana dikerik, kemenyan, borehkan, perlu disembur. Lagi bila terasa semua tubuhnya ringan, lagi diganti bahan semburnya, sarana, kencur, mungsi, beras kering, cendana yang dikikis, konsentrasikan pikiran pada bahan-bahan sembur, mantra  Oý kaka bhatara kaki, wlasana ingulun, agni murub tka ring jaba hinang, lah waras (diucapkan 3 kali). Lagi ada orang sakitnya bernama brahma silumaye, jika napasnya di hidung keluar dengan keras, deras dan panas rasanya, lagi mulutnya semua kering, jika pada matanya kelihatan merah kebiruan dan kusam, jika keadaannya demikian, terjadi panas yang berkepanjangan di usus besar, dan perutnya selalu melilit, sebagai pertanda panes itu, sarana, mpu kunir, buah pala, ginten cemeng, tumukus (semacam sirih), ekstraknya, minumkan, juga untuk borehnya, musi, kencur, beras. Setelah penderita diobati, perhatikan lagi dan tanyai si sakit, jika sakitnya terasa tetap seperti dulu, lagi per-hatikan pada kedua matanya, juga pada tenaganya, bila tampak keruh kedua matanya, tenaga kecil, oleh karena tubuhnya dingin, bila tenaganya pada kaki semua gemetar, jika betul demikian, menjadi tiwang kulesih, namanya, orang itu sulit diharapkan, meninggal orang itu, sulit untuk tolong. Lagi ada orang sakit, suka memperdaya dukun, seperti ini ketentuannya, jika orang sakit/menderita kepayahan, tatkala tidur siang maupun malam, tapi kakinya selalu kelelahan, tenaganya semuakeluar perlahan, menyebar, itu sakit tenaga kalalwan, namanya, sakit dari Bhatara Brahma dan Bhatara Wisnu, beliau sama-sama tinggi, perubahan wujud beliau di dalam jajengku, disana beliau bercampur, menjadi air besar, panas dan gatal, demikian, itu menjadi tenaga yang kembang kempis, hendaknya ingat hari datangnya/mulai sakit itu, demikian, 17 hari batas waktunya orang itu bertahan hidup, bila lewat, dari 17 hari orang itu masih hidup, dapat diobati. Ini ciri-ciri keberadaan orang sakit asma (batuk), terus-menerus, dan berganti-ganti sakitnya, karena air keruh penyebabnya, loreng keberadaannya, bila berubah wujud di dalam akar pohon, warnanya kuning, warna mata si sakit kuning, dan tidak mau makan, semua terasa pahit, dan kering tenggorokannya, jika bertempat di tengah kuthamrana, merah kehitaman dan biru rupanya, mata si penderita berwarna biru merah kehitaman, wajahnya semua kelihatan demikian, juga tempatnya, kemudian meresap pada semua urat, menjadi batuk berkepanjangan sampai muntah, sampai suaranya mengecil, dan parau tubuhnya sering berkejut, lagi barang itu menyusup pada daging semua, itu yang menyebabkan sakitnya linu sampai ke tulang, dan kesemutan, itu wisya katinggalan putra (racun ditinggal anak), namanya, meresap ke semua tempat, setiap mengalami hambatan menjadi hampir pingsan, yang membuat batuk itu, Sang Wijilare, namanya, bertempat di dalam tanah halus, demikian, berwarna tiga, perutnya merah, tangannya hijau, kulitnya pucat, kekuatan gaibnya berupa getaran guncangan gempa, demikian, itu sebabnya sakit sangat menderita dan hampir pingsan, ini yang dapat melawan, namanya, Sang Naramaya, bertempat di dalam tanah kotor, warnanya lima, kekuatan gaibnya padma gara, namanya, perangkatnya, sarana, jeruk, kemiri, keliki, sulasih harum, jinten, kendal, kemoning, bersama daunnya, dipanggang, setelah matang dilumatkan, campur, cengkeh, mungsi, kulit bekul, cendana merah, kelapa kastu-ri, ekstraknya diminum, mantra, ih sang wijilare, amantra amungsi abang, Ong Ung Ang, Hrang, dhaóakala sang wijilare, ngaran, ring hati wiûya wruh sang kaladara mangsa, ring kene sang wijilare, apan sang wwitane sang ndara mangsa guru ning aku, Oý bhamadewa ya namah, kala wekala ngadron ya namah, bala pranata ya namah, sarwwa bhùtha ye namah, Ong Ung Ang Bmang, Oý rudra ya, rudra ya, jêng. Lagi ada sakit sering memperdaya yang merawat, juga memperdaya dukun, orang itu sudah waktunya akan meninggal, matinya tidak diketahui oleh yang merawat, jika ada orang sakit pandangannya lurus, bagian putih matanya kelihatan merah kebiruan, itu sakit tiwang banyu, namanya, asal mula sakit itu, semua sumsum mengembang, semua urat menjadi bengkak dan biri-biri, lagi jajaringane, dan semua lemak mengandung air, itu bernama dalem sangke, sakit Bhatara Wisnu, beliau beryoga di dalam ongkok, jika demikian, sangatlah sulit bila mengobati, mohonkan kehadapan Bhatara Brahma, beliau memastikan, beliau minta labahannya (sajen imbalan), beliau bertempat di hulu hati, kekuatan gaibnya danda gni, namanya, itu menjadi pembenar Sanghyang Dalem yang berasal dari Bhatara Wisnu, ini, sarana, pule, kecemcem, semua kulitnya, akar paya puwuh, bangle, lengkuas, kunir, kencur lempuyang, isinrong, air jeruk, garam matang yang ditempatkan diatas tembereng panas, minumkan, mantra, Ang Ong pukulun ingsun amunah tuju tiwang kabeh, sing tka kita tuju tiwang pupug punah, (diucapkan 3 kali), sahanan ika tiwang kabeh, yan kita tuju bugbug, tuju gulis, sahak (diucapkan 3 kali), yan kita tiwang lante, tuju tiwang bañêh, tuju tiwang gatêl, tuju tiwang krayap, tuju tiwang gtih, tuju tiwang mokan, tuju tiwang leplep, tuju tiwang bangsêl, tuju tiwang ngonês, mundur sira saka wetan, mundur kita saka kulon, mundur kita saka lor, sing tka pupug punah, 3, kedêp siddhi mandi mantranku, (diucapkan 3 kali). Lagi untuk bahan penambal semua dan di kepala, sarana, lempuyang, kunir, bangle, mungsi, pala, ekstraknya diperasi air jeruk, air gosokan cendana. Lagi sebagai borehnya, sarana, kulit pohon widuri putih, kulit pohon kenanga yang tua, kulit pohon kamboja, isinrong, kunir, jahe, lempuyang, kencur, kulit jeruk. Lagi sakit yang bernama asrep babangsul (mual tidak muntah), jika orang sakit kelihatan tutul (bintik-bintik), putih matanya kelihatan pudar, pandangannya lemah, juga tenaga pada kedua tangannya lemas dan gemetar, pada kulitnya dingin, bila demikian, namanya, ada udara bercampur air, bertempat di dalam otot hati, lagi ada udara ginjal (bersisa), bertempat di dalam jajaringan (lemak menempel di usus yang menyerupai jaring), demikian, ada lagi udara pañcahura, namanya, bertempat di dalam kemaluan, demikian, ada lagi bañu kadaton, bertempat di dalam usus besar, menyebabkan menjadi penyakit, asal penyakit itu, saat mati orang itu, dapat memanjat pohon, belum saatnya turun masih tinggi, dikira sudah rendah, kemudia terjun, dan menyebabkan kakinya sakit, mulanya tenaga berserakan menyebar dan saling menimpa, itu menyebabkan menjadi sakit, semua ber- campur di dalam usus besar, atau juga karena dapat dipijit-pijit, menjadi berserakan dan menyebar tenaganya, yang demikian patut mendapat labahan (imbalan/sajen), Bhatara Mahadewa berhak, tubuhnya warna kuning, rambutnya hijau, merah matanya, kekuatan gaibnya Naga Gni, tempat semedinya pada limpa, perangkatnya, sarana, lengkuas putih, bangle, lempuyang, ketumbar, mungsi, setelah dicincang, taburi ragi sedikit, taburi parutan cendana, semburkan. Lagi setelah selesai disembur, hendaknya ditunggu sejam, setelah itu si sakit diberi persembahan sesajen, sesuai petunjuk pembuat sembar (dukun), bila terasa yang keluar lekat, (berarti) sama dengan keluar asap tubuhnya, jika demikian, lama hidupnya orang itu, jika tetap seperti semula, setelah disembar, mendapat kesulitan dalam mengobati, demikian, cepat ganti semua obatnya, sarana, sembur dengan kencur, krawes, mungsi, itu payogan (pemusatan pi- kiran Bhatara Brahma dan Mahadewa, yang dipakai menyucikan kedua bagian obatnya, mantra Ong niri, (diucapkan 2), kaka bhàþara kaki, wlas acalêng agni, murub datênga ring jaba hinang, lah waras tka waras, (diucapkan 3 kali). Ini untuk minumnya, sarana isinrong, paya puwuh segenggam, kulit akar pohon kelor. Lagi ada orang menderita sakit yang bernama bayu kawangsales, jika ada orang sakit darahnya agak kekuningan, bila sakit di perutnya panas, memuncak jika demikian, lagi raba sekujur tubuhnya, bila baru dipegang panasnya terasa keras, jika telah lama dipegang, menjadi tiba-tiba dingin, itu sakit mangwangkes, namanya, Bhatara Brahma yang membuat sakit itu, tempat yoganya pada lipatan hati, karena bhatara Brahma bersenjatakan api, resyamuka, namanya, karenanya hangus semua tempatnya Bhatara Wisnu, kemudian mengakibatkan airnya panas mendidih, demikian, menjadi penyakit, kenapa panas, kenapa sejuk, naik-turun, tempatnya panas itu pada organ di dalam tubuh, tempat sejuknya pada organ jajaringan, asal mula sakit itu, begitu, ada sedikit darah mati dihanguskan oleh Bhatara Brahma, berwujud menjadi debu, demikian, debu itu kemudian jatuh di dasar kawah agunge (kawah neraka yang besar), di sana debu itu berubah wujud menjadi penyakit, keluar panas daging dan otot semua, menjadi air panas, demikian, lagi bertemu di hulu hati, bagian hitam air mendidih bercampur, sakit ini bernama makukus maruta (angin berasap/panas), namanya, semua air yang ada pada tubuh bertemu menjadi mendidih, itu menimbulkan gatal dan gatal yang lekat, lagi berganti tempat, bertempat di hu- lu hati, kemudian mendapat kekuatan semedi oleh Sang Banumati, tempatnya di pangkal bwana (dunia), hijau rupanya, hitam rambutnya, merah matanya, kekuatan gaibnya agni bañu, itu yang dipakainya membakar di dalam bagian tubuh yang pital, ini pemusatan pikiran panas, demikian, mantra, Ong tuwastu wunrata, Oý tuwastu atmà Ong Hrang tutuwastu he rudraý, Ong nrang runrang runrang ya, nama úiwa ya, demikian, selanjutnya menjadi berubah wujud berupa sakit bengkak di dalam perut, itu sangat sulit untuk ditolong, itu sakit sering memperdaya dukun, jelas mati secara perlahan orang itu, ini dapat melawan, Sang Kala Putwing Pundutan Wisesa, namanya, bertempat di dalam limpa, selalu berwarna kuning, merah matanya, hijau kebiruan rambutnya, kekuatan gaibnya Agni Nagapasah, gni wreksah, demikian, ini perangkatnya, sarana, jeruk purut, diko- rek dan dagingnya dibuang, diisi dengan lengkuas kapur yang muda, daun sulasih harum, daun miyana cemeng, pala, temu tis, semua dilumatkan, lalu dimasukkan ke dalam jeruk tadi, setelah selesai seperti pelas *, dikukus sampai matang, setelah matang diperas lalu disaring, lagi diisi remasan bawang yang ditambus, juga daun kembang sepatu, madu lebah, pada saat akan diminum, tetesi dengan minyak kelapa kelentik, aduk dengan jari manis, pagi sore, ini pemusatan pikiran Sang Kala Wisesa, sarana, kencur, mungsi, pulasahi, inti kunir, setelah digerus isi sedikit idu bang (ludah merah sehabis makan sirih), mantra, Oý dukaba mulih, buñah ka mulih, gtih ka mulih, nanah ka mulih, mokan ka mulih, sahananing saha kita lara kabeh, tka sahak kita sarang, 3, salwiring lara tka tuju tka sahak, Oý, jêng, tuju bañu, tuju bràhma, tuju nanah, tuju gtih, tuju bañêh, tuju pulung, tuju klingsih, tuju bugbug, sahak kita kabeh, sing tka kita tuju sarang, 3, kedêp siddhi mantranku. Ini bernama sakit brahma makurungan, bila penyakit itu selesai menyerang, kemudian menjadi brahma maleman, demikian, begini asal mulanya penyakit itu, jika kelihatan kedua gurat matanya merah kehitaman, pandangannya kabur dan samar, lagi tenaganya pada kedua tangannya berdebar, keras dan berdenyut, bila suaranya perlahan dan lemah, tidurnya akan selalu nyenyak, dan sulit dibangunkan, penyakit itu bernama bayu mrana, agak berdebar-debar, bertempat di dalam hurung-hurung gading, lagi ada air kotor, itu sedikit, bertempat di bawah karang hatinya, di sana bercampur menjadi penyakit, tempat bercampurnya di karang hatinya, itu asalnya air kotor tersebut, bekasnya waktu orang itu masih sehat, sebab mulanya tidur lelap, saat itu terbatuk dan muntah, serta bersin dan tersendat, tetapi pada saat sedang tidur lelap, itu menjadikan terjaga dengan tiba-tiba dan mual mengeluarkan suara “uek-uek”, saat itu air muntahnya dapat ditelannya, bercampur sampai ke karang hati, ada lagi bekas nasi, ikan garam dan sayur yang baru saja basi di usus besarnya, semua itu ikut bercampur, menyatu di karang hatinya, menyebabkan jenuh dan ia panas, jadi namanya asrep di dalam. Jadilah bengkak kronis namanya, jadi sakit brahma kurungan. Sakitnya suka tidur dan susah dibangunkan, juga sering sakitnya pindah-pindah. Namun jika berpindah tempatnya, jikalau bertempat dialas agung menjadi sakit asrep / mual-mual di dalam semua, gejala sakitnya jadi. muntaber terus menerus bernama tiwang ( kejang ) loh. Jika merambat sampai pada usus besar, akan terlihat berwarna biru, gejala sakitnya mulas dan disentri namanya. Jika banyak nanahnya , jadi lalengedna namanya, jika merambat pada usus halus, akan berwarna ungu dan sakit itu akan bernama tiwang kumenduh. Hendaknya itu diketahui, air itu dapat menyebabkan sakit. Sekarang yang membuat sakit itu adalah sang Sutasiwa, namanya bertempat di hati yang tinggal namanya. Seperti orang sakit wajahnya pucat, memakai gelungan dan berperucut, pasupatinya hujan darah, itu menyakiti tubuh semua. Beliau beryoga di hulu sungai, inilah  sabda sakit tersebut, mantranya : Ong Ung Wang Yaý wês jar, 3 X, malmul, swah, samarne namo nanang naý sabahah, Uh namo dang rupoma, 3 X, sekarang yang dapat melawan namanya Ida Sanghyang Siwaguna dan Sang Sutarama. Mereka itu orang kembar, mereka patut menandingi sang Sutasiwaguna dengan sang Sutarma tunggal. Mereka bertempat dibawah limpa bagian dalam namanya sang Sutasiwaguna wajahnya kuning, matanya merah, rambutnya hitam dan memakai gelung kurung/ pasupatinya tongkat api. Semua menunggang kereta maya nama sarananya: kulit kalungu putih, daun kasime diulek, sari perasan umbi-umbian (bangket) yang sederhana, semuanya racik dengan sari lungid, garam yang menggumpal itu diminumkannya, mantranya : Oý papàwara iki, 3, Oý aku ambanging cariking tawun, sajro wtênge syanu, tani hana bukit matmahan piku, tumbuh tngahing sagara, lêbur sengohin lêbur tulapan, lêbur nanah mapupul sahak gêtih sahak lara rogane syanu, sahak, 3. punah ya namah swaha.untuk menyembur sarananya. daun kalungsa putih, daun nangka yang kuning, keduanya diiris tipis, lempuyang, lengkuas kapur, setelah dimasak dengan sedikit disangrai, isi dengan kemiri panggang. Jika ya muntah berak terus-menerus, pakailah sarana : kakap (daun sirih tua) 9 lembar, 3 iris temu bangle, madu lebah, ambil sari perasannya diminum. Jika ia kentut sambil keluar kotoran, berikan minum dengan sarana : akar pulasari Bali, akar ketepeng, temutis, sari perasannya dadar atau direbus pakai kuali, setelah dingin isi dengan sari lungid, garam disangrai, madu lebah, diminumkannya. Lagi sarana arapnya : pangkal pisang gedang sabha yang muda, daun jinten, daun pucuk (kembang sepatu), bawang bakar. Untuk menyembur badannya semua, pakai sarana : daun buni muda yang belum berbunga (dehe), daun sembung rambat, pulut agak bulat pinang kering dibakar, batu wijen, sepet-sepet. Penjelasan sakit batuk : terlihat matanya agak merah sampai ke kataraknya, suaranya agak serak dan parau, lagi pula dapat berpindah tempat, bertempat di dalam kuta agung, karena banyu wedangnya gumulak namanya. Luapannya menyebabkan gatal dan kalang, airnya itu juga basi keluar ke usus halus. Gejalanya tidak bisa keluar keringat sebabnya banyak minuman air karena besar bisa kwarangannya, sarana : kemiri, bluntas, kelor, daun sulasih harum, temu tis, pulut agak bulat, bawang, musi, jinten hitam, cengkeh, pulasari, asem, tahap. Penjelasan sakit yang bernama Swadarma Siwa : Jika ada orang sakit setiap malam keluar malwang pasti, dan senyut-senyut mengaduh akibat keram, disertai terasa menggerayangi seluruh tubuh, kulit terasa kaku, setiap siang sakit itu hilang berganti dengan lesu letih, namun jika dia gelisah, tidak enak makan minum, mual, jika demikian sakit itu, peganglah kedua tangannya. Jika tenaganya keras keluar seperti tenaga orang cacar. Jika seperti itu sakit itu namanya babadan kumel. Sakit itu perwujudan sanghyang tiga yakni : Brahma, Wisnu, Siwa, namanya beliau semua berwujud agung dan sama-sama bertemu, sebabnya bertemu karena dikutuk oleh Mahadewa namanya. Pertemuannya pada limpa kecil, sebabnya sakit itu ada 3 macam. Wajah sanghyang tiga, putih, kebiru-biruan, merah kuning dan membawa pasupati upas mandi namanya. Yang putih kebiru-biruan berpasupati upas tunggaraning weta namanya, yang biru hijau berpasupati banyu manglaput, yang merah kuning berpasupati bernama gni manglayang. Itu namanya membakar Tribuana. Awal seperti ini yang menjadi penyakit : ada air mati sedikit dan mengental, bertempat di hulu hati, lagi ada angin kecil namun kencang, datang dari pencakupan paru – paru. Itu menyusup di banyu wedang namanya. Jadi berpindah dari tempat, bertempat pada limpa kecil, setelah itu menyebar menyusup. Semua pukuh kawahe dililit.
oleh air besar dan ya gatal bersama angin panas, jadi menyebabkan urat semua rusak dan kaku, terus di hulu dan mata. Sebabnya ada penyakit seperti itu namanya, orang itu perjanjiannya memang akan mati. Jika beliau mengobati orang sakit itu, dikutuk oleh sanghyang Usada sidi, karena sakit itu sanghyang Mertyu jiwa telah pergi, walaupun masih hidup sebulan dua bulan, janganlah mengobatinya, kelak Ida sang layang Mahadewa akan mengutuk, Sanghyang tiga, sanghyang Mahadewa bertempat pada siang dan malam, rambutnya kuning, matanya merah, dipusaka wedanya ongkara. Sebagai pasupatinya upas banyu dlek namanya. Beryoganya pada karang rati dan hulu hati. Inilah sabdanya, mantra : Ong di hi manusani bridaya durggamaya daya, Om Ung durgga hayu sinamah, atmanya melekat, demikian pencipta penyebab kutukan itu, jika beliau menyayangi sang sakit, dan beliau menunda kematiannya orang itu dapat bertahan hidup 3 tahun lagi. Jika lewat 3 tahun orang tersebut akan mati, walaupun ia kuat memikul, makan minum terasa enak, toh ia akan mati juga. Hal itu semua ada upah sajen yang dapat dipakai memerangi sang Dara Kuning dan namanya sang Kundi hitam, itu bhatara kembar yang diciptakan dewa Siwa yang keluar saat beliau beryoga di Sunyawati namanya. Jika sang Kundi Kuning dan Kundi Hitam, bagaikan bidadari. Sang kundi iseng menunggangi burung paksi raja yang berkepala raksasa, bergelung kurung dan sama-sama berpasupati saragni penakluk dunia. Beryoga pada dasar pertiwi, itulah yang patut memeranginya. Hasil yoga Sanghyang Tiga dan juga Sang Mahadewa. Sarananya : air jeruk purut, keruk isi dengan temu tis, inti lengkuas kapur, temu poh, akar sulasih harum, dan sulasih cemeng, bungkuslah semua itu sampai matang sekali, diperas dan disaring, aduk dengan katik cengkeh dan pala, setiap saat ganti lagi. Mantra : U, O, Ah Ah, Ih Ih, astawa dewi, tlas, diucapkan 7 kali. Ini pantangannya : jika ya selesai meminum obat, jangan mandi dengan air dingin, harus dengan air hangat yang bercampur daun kelor tua, daun tengulun tetesi dengan cuka, sebagai bedaknya, segala yang sedang – sedang dan bedak pada kaki semuanya hangat dan air cuka, jika mandi dengan air dingin, sehingga menimbulkan sakit bangsel atau biri-biri. Janganlah kamu demikian karena akan menyebabkan kematian. Adalagi sebab-sebab sakit batuk, ada tenaga manguman kamranan bertempat di dalam hina namanya. Dewa Brahma yang mewujudkan penyakit itu, beryoganya di hurung-hurunganing prana wajahnya merah bening, rambutnya biru, pasupatinya saragni dan darah namanya. Itu yang menyebabkan isi dunia, Ini pelengkap sakit tersebut. Mantra A Ang simbrakswahah, tlas, adalagi yang dapat menempur beliau dewa Wisnu Japasara namanya, bertempat didalam empedu, hitam biru wajahnya itu patut memerangi, dan si air itu bercampur si banyu wedang jadi ya dikukus sampai membumbung, datanglah batuk di hulu hati, itu menyebabkan riuh keluar bagaikan nasi bubuh titisan, lengket. Apabila di dada dan di tenggorokan si banyu wedang itu semua pangkal urat menyatu itu yang menyebabkan sakit batuk keras, ia ukak ukek, seperti mau muntah siang malam. Badannya kadang panas dan kadang tidak, demikian keadaannya. Sebagai semburnya, sarana-sarana : kamuning, sakawit dipanggang, biang kumis, ketumbar, musi, pinang kering dipanggang. Sebagai minumannya, sarana : lengkuas diparut, garam disangrai, setelah matang campur sidem / semut hitam. Jangan dikasi air, tapi peras dan minum. Semburlah di sela bahu dengan sarana : biang kumis, lempuyang, temu kunci, kencur, ketumbar, musi, sintok, pala, masui, krawes. Semburlah dada dan lehernya dengan sarana : lengkuas mawas prani dan jika sakitnya tidak sembuh, sarananya : kulit pule, induk lengkuas sedikit dipanggang, rempah pulasari asam, sangraian garam. Santan kane setelah masak, taburin pala, akar sulasih harum, pulut agak bulat, sari lungid, peras dan saring hendaknya bertahap. Begini sabda dewa wisnu, mantra 3 kali : Ih Ung gtih mapupul, dahah mapupul, greget mapupul, kumaringet mapupul, muksaha kita tan patamban sumurub kita basya, sapa danenaken lara dkah ika. Selain itu gejala orang batuk jika orang kurus dan panas didadanya, dan tangan kakinya aprabhawajwal, jika badanya gemetaran, dan datang pergi sarananya : santan kane, garam disangrai, diminumkannya. Mantranya sama seperti diatas. Ada lagi jika orang sakit matanya mendelik kedua, penglihatannya kabur, kulit matanya semua kusut, lagi perkataannya gagap, jika berkata bagaikan jengah dan salah tingkah perhatikan lagi dari belakang jika terlihat tulang punggungnya berdenyut-denyut, badannya terlihat bagai selesai diurut, namanya tiwang kujejep (step). Matilah sekarang, Hyang Bayu Makundar jiwa permananya telah pergi, walaupun masih sadar, banyak makan dan minum, kuat memikul, akan mati juga orang tersebut. Ingat mewaspadai, jika seperti itu, barangkali sehari saja orang itu akan mati. Asal sakit itu adalah ludahnya kental dan mati di dalam paru-paru tempatnya. Si Banyu itu hanya main kesana kemari tiap hari kerjanya. Jadilah ia bertandang pada darah yang kental menyebabkan sakit tiwang kejepjep namanya. Lagi orang tersebut saat makan dan minum, nampak celekutan dan berair, setelah itu lagi tiwang kujepjep pindah bertempat pada kutha taru mambat namanya. Setelah disana jadilah penyakit lagi orang tersebut gelisah dan celekutan. Dan ia terasa mau bersin tapi tidak jadi, setelah itu kembali berpindah ketempat yakni dihurung gading bayu agung, kemudian pindah lagi ke kutha tatarigan namanya, saat ini berganti nama, menjadi sakit tiwang banta hati namanya. Gejala sakitnya namanya kesemutan dan keram, menusuk terasa mengigit sampai kian dalam penyakitnya jika sampai pingsan, jadi sakit banta kasilawa namanya. Lama sakitnya sekitar 7 hari berubah menjadi celekutan, dan dadanya bergetar sehingga matilah saat itu, hulu hatinya kaku dan keram, itulah penyebabnya ya mati. Yang mewujudkan sakit itu akibat yoganya sang janurpati berstana di Yamaloka, warnanya merah, hidungnya merah kebiru-biruan. Pasupatinya mrettha dolangan dan kencing namanya. Bhatara janurpati adalah siluman dari bhatara yama namanya. Inilah pencipta penyakit tersebut. Mantra : dyong brahng, Ong Ung ah ah. Perwujudannya didalam tanah lema namanya. Orang sakit ini dalam perjanjiannya akan mati, jika ada belas kasihan terhadap orang tersebut, penangguhan kematiannya hanya 2 tahun pasti akan mati juga. Inilah pakai memerangi, hasil yoganya sang Janurpati tersebut. Adalah yang bernama hyang Ibu prayatma. Seorang istri yang cantik wajahnya, gelungnya mengurai dan hitam sedap Warnanya, beryoganya di kawah agung ini semburnya, sarana: dawusa kling, nyungla, semua berupa daunnya, semur seluruh badannya. Ini dicipta oleh hyang Ibu prayatma, mantranya : Ong Ung sasahep, 3, sang dasa baya kabeh, heg-heg samenggep, mulih maring kurungan sunya, haywa sira molah malih mulih, dresuminget, maring bayu sabda idep, mulih, 3, poma. Ada lagi orang sakit terlihat bola matanya seperti berkunang – kunang dan kedip – kedip. Perhatikan dadanya, jika terlihat kedut – kedut denyutan jantungnya menyebar ke kedua lambungnya, itu adalah orang yang akan mati 20 hari lagi, pada hari mulainya sakit, ini namanya sakit Arjuna Sanjaya. Asal mula sakit tersebut, yang menyakiti bernama sang Apantaboda. berdiam ditengah persendian, wajahnya aneh / seliwah, mukanya putih, rambutnya hitam, matanya kuning, pasupatinya upas trinadi. Itu perubahan tripurana namanya. Inilah hasil yoga ya membuat penyakit tersebut mantranya : Om atma abrabratbaga tulung, bage sampa, makandu-kandu, jika manusia sudah pasti akan mati. Demikian ciptaan sang Apantaboda, siluman bhatara Sambu namanya, beliau yang membuat penyakit itu. Penyebab sakit itu : ada tinja dan air seni sedikit telah mati, bertempat didalam persendian dan bayu maruta setiap siang malam kerjanya bergelora. Didalam sendi gejolaknya bagaikan angin kencang ditanah dan pada saat kencang itu. memencar, itu yang mengurai tinja dan air seni, jadi kotoran itu semburat dan jatuh menyusup di kawah agungnya, dipangkalnya, jadi dipeluk pada urat tigalane namanya, kotoran tinja dan kencing itu menjadi api dan ia ada cakcak menyala, itu memancurkan air, itu air merta yang bergolak, dan menjadi asap barwang, itu membakar semua lemak dan urat. Jadi keluar lumpur, setelah itu kira-kira 7 malam, air keruh itu kembali berpindah, bertempat ditengah hulu hati, disana menjadi penyakit tiwang banta mrana, sakitnya amat menjengkelkan dan mual, dan kaku bumi rasanya berputar keluar lidah dan mual-mual, tapi tidak sampai muntah, keluar ludahnya agak kental,  Setelah sampai 20 malam sakitnya, lagi sakitnya tambah parah, saat itu sakit kutukan menjadi terkukus sampai mendidih tersengal-sengal. Gemetar badannya yang sakit, dan ia kaku serta keram, kesemutan menggerayangi tubuhnya. Kemudian saat malamnya dimasuki hawa dingin itulah sang sakit akan mati, tidak kuasa untuk ditolong. Sakit itu bernama arjuna sanjaya. Berwujud tiwang branta mrana namanya. Sekarang jika beliau sayang pada orang sakit, kematiannya ditangguhkan, patut beliau teguhkan juga. Menciptakan dan mendoakan yang patut dipuja, ida bhatara Ibu Siti predana. Jika beliau berkenan menyebabkan hidup lagi orang yang sakit itu, paling lam hidupnya lima tahun lagi. Jika lewat pasti akan mati juga, Ibu Siti predana berstana didalam maphatarayan namanya. Warnanya teramat pedas, bergelung berkerudung, Siluman bhatara Semara, namun beliau berpasupati bayu menjilat dan memancur kesana kemari, diseluruh badan. Ini kehidupan segala yang berhati dan segala yang bertaring tajam. Ida bhatara Siti pradana namanya, yang berwenang mengajukan kematiannya. Inilah sarananya : buah pepaya bertangkai bunga panjang / gedang renteng tanpa buah yang masih muda, kupas selajur, cuci lalu diparut, peras dan saring, sarinya dimasak pakai bambu muda namun sederhana. Setelah dingin tambahi tepung pulut agak bulat dan katik cengkeh yang dipanggang, maja kling, sampar wantu, semua ditumbuk (bubuk), setelah berupa bebek disaring, campur dengan madu lebah, tetesi minyak kelapa kampung, air cendana yang agak kental. Inilah sabdanya, mantra : lah bapa bharaniyun kaki paknem tonem alapa pamungkusing aksara, baddha U, kang. Ada lagi sebagai bedaknya, sarana : tinggulun sepohon, pulasari, bawang merah yang tidak pernah bertunas, air cendana kental, sebagai obat olesnya, sarana : daun dahusa kling jantan, pulasari, beras gogo, lempuyang, air cendana, semua digosok campur air, namun kutuk sang pengobat, karena orang yang dalam perjanjian akan mati, beliau mau mengobati, sesungguhnya orang sakit seperti ini tidak patut diobati, walaupun masih sadar, juga orang tersebut. Jeroannya sudah semua kering, airnya dimakan oleh api agung, setelah kejadian itu orang yang sakit akan menjadi lemas dan kurus, suaranya terasa berkurang, selanjutnya mati, itu gejala maya prana lingga namanya. Itu bernama banyu reratusan. Tiga belas hari penjelmaan sakit keras tersebut. Tenaga dan airnya menjadi api agung namanya, itulah sebabnya buana ini menjadi hangus terbakar, menyebabkan sakitnya terangsang pelan-pelan, sang sakit terserap baunya semua, dan setelah lama demikian jadi si banyu bega bergencetan di dalam, semua jadi terkejut. Jadi di dalam gemetar bergolak, kemudian di sana bernama I banyusinapal. Apabila berpindah tempatnya di paru-paru, disana saling tindih, I banyu gring dan I banyu bega, Pada saat orang itu makan keselek lalu minum air, saat itulah dia terkesimbal menyebabkan batuk-batuk ukak-ukek muntah, saat itu I banyu bega berupa laki-laki dan I banyu barak berupa perempuan. I banyu barak dikembungan kanan dan I banyu bega di kiri. Pada saat mereka bertemu jadi meluap, I banyu barak wajahnya biru bagai lautan bertempat pada kakembungan, menjadi penyakit banta spi. I banyu bega besarnya bagaikan seutas urat, bertempat di prana istri, Pada saat ini terlihat penyakit itu, wajah si sakit amat kotor, lemah, tumbuh benjolan-benjolan isi, yang di belakang benda pada tengkuknya, keringat bening menetes, kulit tengkuknya terlihat putih kusat, namun sewaktu masih segar, jika ada orang seperti itu, ia terkena penyakit mara bahaya. Ada lagi orang sakit jika terlihat amat kotor dan jorok wajahnya, turing dudus namanya, itu perhatikan secara cermat, jika setiap sore sakit kepala, matanya terlihat agak putih, perhatikan saat sakit itu datang, batas waktu 10 hari, orang tersebut akan mati. Gejala sakitnya setiap sore sakit kepalanya kumat, itulah gejalanya jangan kurang waspada. Lagi namanya prana lingga. Jelasnya orang yang masih sehat, tapi beliau menangguhkan kematiannya. Ini yang dapat dipakai mengobati, berdoa dengan kusuk sampai ke hati, memohon berkah ke hadapan bhatara, mantra : As, 3, angaji sira tunggal, tetep tunggal putih bawu pommayi kretaji. Kuatkan ibu jari tangan dalam bentuk mamusti, ini lakukan dengan teguh demikian adik, beliau akan terus ketempat tidur, dan menutup pintu. Jangan pada tempat tidur beliau, dan beliau menghadapi canang wangi, kampuh selengkapnya, sagi-sagi yang lengkap, juga disertai pasepan 4 biji, menyan dan gaharu, garam agar bisa sampai kedewata semua. Dalam kaitan membentangkan usada sari, agar menyucikan diri dulu, setelah bersih mohon maaf pada tuak arak pleywaya namanya. Ibu jari tangan kanan itu pusatkan pikiran mengupahi sang menyakiti ibu jari tangan kiri, lagi badanmu, pusatkan pikiran pada dewata semua pada puncak sembah kuta mamulya Demikian keteguhan beliau dan beliau mengerti apa yang dikonsentrasikan. Setelah itu pasepan (pedupaan) agar diletakkan di belakang, samping dan didepan satu-satu. Semua pasepan hendaknya wangi agar lebih berhasyat guna, berawan wijen. Kemudian sambil beliau mamusti agar teguh, pada saat melakukan kosentrasi itu jangan makan dan minum, mantra : bahya bahya haraye, bobodo, umban haraneya, bodo buka haraneya, segeralah menyembah dengan yang bernama ariske aksara. Demikian yang harus dituruti saat memohon anugrah pada sanghyang Sakti Predana namanya. Ada lagi syarat bila memohon anugrah pada dewata semua, yang patut diupahi semua oleh sanghyang Siti Predana, dan dulunya memuja dewa kehidupan sang sakit, namun yang dirahasiakan, patut berdoa dan memuja dulu, agar menyatu antara bayu, sabda, idep, bertemu diujung pikiran atau yang bernama adnyana sidi. Itu namanya bayu tanpa sakti, berkatalah sang Klimosada dan sang Klimosadi : “Siapa yang menganugrahkan kematiannya” berkatalah sang Buda Kecapi, yang menganugrahkan kematiannya, sewaktu ada bayi kembar, pemberian dewa Brahma, namun semua perempuan. Anak beparan bernama Ratna Srijangga, yang kecilan bernama Sranggani Wilis, Wajahnya sama dan pada memakai gelung terurai, perutnya sengklat merah. Semua berpasupati gni sakurung namanya. Segala tingkah lakunya sama termasuk pekerjaanya yakni bernama ngwak lambung. Tempatnya didalam pangkal lidah. Inilah yang mencipta membuat penyakit, mantra : Ong saya namah dadaý, badwaning saya netranaý, Ah sambeya damaý, Demikian kata sang pembuat penyakit. Adalagi yang bernama darma mundar-mandir. Orang tersebut masih sehat, akan segera kena penyakit. Beginilah keadaannya, walau masih sehat jika terlihat bola matanya yang kiri berkedip – kedip pada saat sedang duduk sampai keluar uapan ngantuk tak henti-hentinya. Air mata keluar deras, kulit badannya kelihatan agak kemerahan, lama sakitnya sudah 11 hari. Penyebab sakit itu adalah sedikit darah agak kental bagaikan seutas urat, bertempat di dalam tungga. Apalagi angin kecil dan kencang bertempat di dalam telaga doja tetapi bergemuruh tiap malam, bagaikan tiupan angin selatan di dalam tubuh semua. Ada lagi banyu tis Ya kebingungan dan jernih bertempat di dalam pulo ptak. Kemudian pada saat I banyu anom barangkali lariknya kasurupan di si slatan dolangan namanya. Saat itu I banyu anom dan I rah kental menjadi terpencar, keliling menyusup pada semua daging, dan urat semua, kembali ya bertemu menjadi satu, bertemunya di kawah agung dan menjelma naik turun di dalam. Di sana ia menjadi penyakit, namanya penyakit babadan humuk, itulah asal mula penyakit itu. Awalnya di pusar, bagaikan diurek dan ditusuk, setelah itu kembali ya berkumpul di usus besar. Di sana kembali menjadi penyakit yang sakitnya bagaikan dirajang, rasanya bagaikan perut ini putus semua, dan meluap berkumpul di hulu hati, menjadi mulut terkatup (caket) penyakit itu namanya banta pulung. Yang mencipta penyakit itu namanya sang Rsi Bedha berwajah raksasa besar, kaki tangannya seperti kaki tangan manusia, hitam matanya, pasupatinya trisula bertempat di dalam sumdhangtala pitu. Rambutnya putih memakai gelung kurung bebadongan, namun hasil karya Dewa Sambhu, saat beryoga ditengah malam, mantranya : Ung Oý singgah mayu mtu rah, (ucapkan 3 kali), Ah tuna liwat kita mtu,(ucapkan 3 kali), kma dong, ngaran, Ini yang patut dipakai merupah bersama sang Parthasiwa bertempat di dalam adnyana Wiresa, wajahnya seperti orang putus asa, tetapi siluman dewa Yogi, beliau membuat sang Parthawisesa halus orang tersebut akan segera kena penyakit berbahaya yang dapat mematikan, dan tiada dapat ditolong. Pencipta penyakit ini bernama sang Gagak Gora, berdiam di usus buntu, ya berupa raja raksasa, matanya merah, kaki tangannya hitam, badannya biru dan berketu kakasurat namanya. Pasupatinya banyu pangapus, itu terbakar di tengah buana ini atas anugrah dewa Brahma, beliau mewujudkan sang Gagak Gora. Adalah cacing tanah berumah pada sampah bagaikan tinja, di banyu itu hanya sedikit berumah di dalam lidah. Itu diyogai oleh dewa Brahma, jadi semburatlah banyu itu menyusup ke rumah sang Prenawa. Di sana bercampur dengan sampah kotoran, disini wajahnya jadi berubah yakni manca warna. Inilah yang menjadi Penyakit Gagak Goro, telah berwujud di pangkal tulang belakang, namun hanya 5 tahun, setelah itu lagi berubah nama yakni bernama sakit banta jaruman. Sakit ini akan lamanya 25 hari. Kembali pindah tiwang banta jarumane bertempat ia di dalam tarungan buana semua. Di sana ia bergemuruh siang malam, naik turun berdiam di bumbung rah semer, dan ia bercampur dengan semua pangkal darah, di sana ia semua kental, matilah orang tersebut, tidak dapat diobati. Jika beliau belas kasihan menangguhkan kematiannya, hanyalah 5 tahun, tetapi harus teguh, Dik, terhadap sang penjaga umur dan sanghyang Mretya Jiwa namanya, beliau yang patut menciptakan / menentukan, yang patut diupahi bernama sang Widyadari Suthabayu, putra beliau bidadari Jatayu berdiam di dalam air manis, wajahnya kuning bagai orang cina sifatnya serta bergelung berikat kekasuran, membawa pasupati pangenteg pageh. Beliau patut mencipta, yang dapat dipakai mengupahi yaitu beliau sang bidadari Bhayusahi, jadi cepatlah sembuh. Orang yang sakit itu pusatkan pikirannya pada ujung lidah, beliau sang bidadari Suthabayu tempatkan, sang bidadari Jatayu letakkan di pangkal lidah, beliau tujukan pada obatnya. Inilah sarananya : sumpitnya waru, temutis, daun kembang sepatu diulek peras dan disaring, dijatu dengan minyak bebek, Ada lagi untuk kumur, sarananya; daun pisang kocing kesing, asam tamek (diawetkan dengan mengkukus), sari lungit, sari perasan umbi-umbian (bangket)  didadar. Ini loka obat untuk diminum, mantra : Oý indah ta kita sang pañca dewattha, Oý Ah akaryya juga sudirggayuûàúaóa, tlas. Ada lagi orang sakit berdenyut keliling di badannya, ciri-cirinya sakit, tangan dan kakinya tidak bisa diam, merogoh, mencakar, menerjang, menendang kebelakang, badannya loncat-loncat bergulingan orang sakit tersebut. Jika tidak pecah, ingat seperti dulu enak makan dan minum, namun tak dapat dipastikan kumatnya itu. Penyakit amat sulit ditolong , jika pada saat kumat sakitnya datang tiada orang yang mengetahui, saat itu orang tersebut akan mati, Asal mula penyebab penyakit itu, ada sedikit tetesan darah besarnya seutas urat, itu bercampur tiga kemudian menjadi penyakit sebesar urat. 40 utas, setelah itu jadi bergulungan menjadi 5 gulung. Setiap segulung bertempat di semua persendian badan, bercabang, segulung bertempat di kancing lambung kiri, semua itu meredakan otot. Pembuat penyakit itu bernama sang banyumala, bertempat di dalam paru-paru, setelah itu dikutuk oleh si Mawed dan berganti tempat, bertempat di persinggahannya usus pengunyahan, bertempat diempedu manis. Yang patut mengupahi penyakit itu bernama I Banyu suci keluar dari empedu manis, setelah 5 malam I Banyu suci keluar menjadi bidadari Sukla namanya, putih asapnya, wajahnya bagai orang Cina dan berpasupati banyu panyarabaya namanya. Itulah patut mengupahi bernama I Mawed sinarnya dewa Siwa, sarana : ekor lutung putih, skawit, temu ireng, kulit mangga amplem, kulit bumi dehe (belum berbuah), diulek rebus di kuali waja, rajah seperti ini, setelah direbus, tuangi arak manis, campuri madu lebah setelah dingin, gula manggala. Ada lagi berupa bubuk atau tepung, bahannya : kewala jatu, maswi, merica, sintok salodaka, diulek agar kental. Ini sabda bidadari Sukla, dipakai akar obat yang akan diminumkannya, mantra : Ong phat beda lima, Ungkara, wakûari mutah, tmah iñcaý, kaphal tulunga, dimantrakan lima kali. Ada lagi sebagai bedaknya, sarana : daun sire putihan, pipis, buah jeruk purut, sepet-sepet, cendana jenggi beras padi gogo, setelah selesai isi mantra sloka penjaga roh. Jika memberikan obat minumnya patut sang bidadari Sukla dipuja, beliau tempatkan di hidung kanan, yang diupahi tempatkan di hidung kiri, saat kosentrasi jangan bergerak, jangan berpikir. Demikian tingkah kita saat mengucapkan mantra : anampa wubabheddha namanya. Ini orang yang kena sakit sutajiwasasana, gejala sakitnya. Jika ada terlihat bulu matanya membelit – belit dan giling, kulit badanya memar kebiru – biruan, pada bibir dan alisnya terlihat kembang (agak kuyu). Orang yang memperhatikan sakit itu hanya gundah selalu, ya ingin membangunkan dan menidurkan. Orang sakit itu dibangunkan ya akan bangun demikian pula ditidurkan Ia akan tidur. Ia sudah menjadi orang bego dan kolok, tidak bisa ngomong dan bergerak, penglihatannya samar – samar. perasaannya bagaikan orang marah yang ingin menendang dan memukul, demikian gejalanya. Asal mula penyakit itu, ada sedikit darah kental, besarnya sekitar 10 utas urat, bertempat di bawah ineban agung, wujudnya hancur dan kental karena dikutuk oleh sanghyang Util Bunga, itulah yang menjadi penyakit. Di sana tenaga itu bertemu di bawah ineban agung, namanya sang Util Bunga, asalnya ada sedikit keringat, warnanya kuning, besarnya sebesar 5 utas urat, keluar dari sela-sela empedu, namun warnanya biru, rambutnya putih, tangan dan kakinya hitam. Pasupatinya upas bhadawi, itulah yang menjadi Util Bunga beryoga menjelang malam hari, Ini sabda sang sakit, mantra : wwatt-awwat limuh lilimbur mudraya, tlas. Orang sakit itu kemungkinan akan mati, jangan kurang waspada, yang patut Puja adalah yang membuat hidup orang sakit itu, namun agar teguh terus, ada yang bernama sang Maruk Piratha, warna beliau selab (agak kekuning-kuningan), matanya kuning, rambutnya hitam dan bergelung seperti cakra sakalangan, berpasupati bayu adres, sarannya memuja sang Util Bunga yang diupahi dan beliau sang Raden Manuk Piratha, puja dan tempatkan di pangkal lidah, sang Kala Util Bunga, tempatkan di ujung lidah, kosentrasi sambil memegang sarananya dan tenangkan serta  teguhkan bayu serta sabdanya. Satukan hati, pejamkan mata, keluarlah sanghyang Adnyana Sidhi Mandi, namun beliau sanghyang Manuk Piratha puja, sarana : temutis, kelapa bakar, akar seleguri jantan diulek, sari perasnya rebus sekedarnya, lalu angkat, taburi pulut agak bulat, dan lawe, sari kuning, dan sari lungid, tebari cincangan daging garam uku, setelah masak disaring lagi, minumkannya. Ini sabda sang Manuk Piratha pakai pembersihan obat minumnya, mantra : iðêp mapadma slaka, umabaya wrêddhi maparaý,  mantrakan tiga kali. Ada lagi untuk menyembur badannya, sarana : temutis, daun dahusa keling, bawang adas, sari lungid, pulasari, setelah dirajang taburi garam uku, untuk arap di penegukkannya, sarana : akar paspasan, bawang adas, sari lungid, jatunyu injin, dan tahi air. Untuk menyembur tulang belakang, tulang cetik, dan siksikan (bawah perut), sarana : pucuk muda daun pandan, daun kasimbukan, padang lepas kawit, bawang adas, Untuk bedak kakinya, sarana : kulit tingulun. laja kapur, ketumbar musi, tri katuka, air cuka, borehkannya, mantra : Oý lah ta idêpa sira sanghyang saraúwati, lah tabehà sira, anakira bhàþara guru, langgaóa Oý. Oý saraúwati prêtikrêttha, úuddha ya namah. Ada yang perlu diketahui penyakit panas dingin kulingsih namanya, yang menjadi penyakit tiwang gagembur. Penyebab penyakit itu bernama orang sang Tanubedha, bertempat di dalam kalangan namanya. Sebabnya bernama tiwang gagembur, dengan ciri-ciri jika ada orang sakit matanya terus – menerus kuning, badannya suram siang dan malam, bulu badannya berdiri, dan gersang, di dadanya juga panas, itulah I Gagembur namanya. Pembuat penyakit itu bernama sang Tanubedha dan sang Taribedha, mereka bertemu sang Tanubedha diam di dalam kalangan, sang Taribedha diam di dalam otot sangha. Sebabnya menjadi penyakit pada saat orang itu jatuh, tatkala berjalan jatuhnya terjerembab, saat itulah sang Tanubedha bertemu berwujud tis terus. Penyakitnya cliyak-cliyuk namanya. Sakitnya panas dingin dan tidak ada nafsu makan, terasa panas di dalam perutnya. Sang Taribedha berujud panas terus, bercampurnya di jejaringan, tetapi tempatnya berlawanan, yang berujud panas di tengah jejaringan, yang berujud dingin bertempat di pinggir jejaringan. Penyakitnya meradang di dalam perut celiyak-seliyuk, sakitnya panas dingin namanya, tidak ada nafsu makan, terasa panas di dadanya, lidah terasa pahit dan tenggorokan terasa kering, demikian penyakit tersebut. Ini yang patut diupahi bernama sang Panca Pandawa Danawa, berdiam di dalam babad, badannya loreng, rambutnya merah , putih bening matanya. Pasupatinya tirtha bayu adres. Ini sarananya : kuncup daun dapdap tis, segenggam yang agak muda, temu tis, seiris lengkuas , sari perasnya di dadar sekedarnya, setelah dingin disaring, taburi wijen leletik, air jeruk, klabet, bawang bakar, sari kuning, adas, diminum setiap sore. Bedaknya, sarana : bujangga suksma, lempuyang burung, daun jinten, pulasari, taburi wijen. Jika sakitnya tidak sembuh sediakan bahan-bahan daun sembung, kunir merah, banyaknya sama, racik, pulasari, garam sinanga,sari kuning. Taburi wijen kletik. Sebagai bedaknya sediakan bahan – bahan daun sirih tua (kapkap), lengkuas, ketumbar, garam tiga jumpitan, semua di bakar. Jika masih panas badannya. sediakan bahan-bahan kuncup daun kemiri muda segenggam, temu tis, racik bernama jinten hitam, sari kuning, pulut agak bulat, garam sinanga, saring pelan-pelan. Bahan untuk bedaknya : daun dapdap yang busuk, induk lempuyang burung, sedikit, ketumbar pulasari, ditetesi air cendana sedikit, sedikit direbus. Ini yang dibuat Panca Pandawa, sakitnya bernama kamranan asal dan gejala sakit kamranan : orang itu akan mati tidur, tidurnya kelewatan, jadi orang itu bermimpi digigit anjing jantan betina, ia bingung ketakutan menghindarkan diri, seruduk sana – seruduk sini, akhirnya batuk tersengal – sengal, sesak nafas di alam mimpi. Jika dia terjaga dari tidurnya, akan menjadi berdebar dag dig dug. saat itu tenaga airnya bingung di dalam mimpi , jadi ia pindah dari tempatnya dan menyusup kesana – kemari, terjun sana – sini, saat itu banyu hning degdeg (tenang) itu pada dicampuri, segala daging jeroan tercampuri. Semua banyu menjadi banyu wedang, demikian banyu kamranan tersebut. Pada waktu keluar menjadi penyakit saat orang itu terjejali pekerjaan yang menyulitkannya, orang tersebut. tidak pernah menghitung atau mengukurnya, mengambil pekerjaan akhirnya lemas, badan dan pingganya sakit. Orang itu sering mendengkul di tempat tidur. Jika ada temannya datang, ia akan meminta tolong, menyuruh menginjak – injak, memijat. Oleh karena temannya tidak tahu memijat dan menginjak-injak, apalagi caranya keras dan kasar saat itulah penyakit itu bergejolak. Setelah bercampur aduk kembali pindah tempat yakni bertempat di hurung-hurung gading lama di sana, orang itu kembali bekerja tidak mengukur, lagi sakitnya kambuh, jadi keluar bayu ulek rekat dengan banyu wedang. Banyu kamranan hancur, tidak lagi berkeliaran saat malam, di dalam daging semua yang bernama mahangin sidhi. Dewa Sangkara penyebabnya peryoganya dewa Sangkara yang bertempat di barat laut. Tempat tidurnya di lipatan babawukan. warnanya putih, matanya kuning, rambutnya hitam. Pasupatinya gni angkus, itulah yang membakar dunia ini. beryoganya di kawah agung, beginilah sakitnya : Adalah panas tak henti di siksikan (bawah perut). Jika ke luar ke dubur menjadi disentri, jika ia keluar di kantong air seni menjadi penyakit rasa, jika ia naik penyakitnya menjadi batuk tidak hentinya, jika di pusarnya. Jika ia linglung tak tentu arah, jadilah sakit pas yang kronis. Demikian adik, itu semua hasil yoga dewata membuat yang bernama kamranan, beryoganya di dasar kawah. Ini pemusnahannya, mantra : Ong Bang bayu Ang, 3, bañu bayu sumrak, ak,, 2, berkatalah kedua muridnya , sekarang siapa yang berwenang memerangi yoganya dewa Sangkara ” Menjawablah sang Budha Kecapi ” Adalah dewi Gangga namanya diam di dasar samudra, wajahnya hijau, rambutnya putih, matanya biru, pasupatinya cakra bajra. Bahan – bahan yang diperlukan : kulit pule serta daunnya yang muda, inti lengkuas, pala, sari lungid, pulut agak bulat, pulasari, ditumbuk, peras dan saring, santan kane dan asam dibakar, garam uku. Setelah masak secara bertahap, inilah sabdanya, mantra : Oý ta kita tuju kabeh mundur ta ngko denku, Oý sang tabe kita tuju raûa, kasmana sanghyang wiûóu, anambananamu waras, yan kita tuju bêngang, tuju raûa, mwah tuju moro, tuju rambut, tuju upas, tuju bañu, tuju deûþi krêkaûa, wastu kita dak punah, 3, sahananing tuju kabeh, maring awak úarirane syanu, sing tka padha punah, mulih kita tuju kabeh, sumurup kita kabeh maring gumi prithiwi, sing tka padha rêp sirêp kabeh, poma, 3, kedêp siddhi mandi mantranku.



SUMBER : http://dharmasidhi.blogspot.co.id/2011/12/lontar-buda-kecapi.html

Tidak ada komentar: